Jaksa Diminta Kembalikan Aset yang Tak Terkait Kasus Korupsi Asabri

Asuransi ASABRI
Sumber :
  • Instagram ASABRI

VIVA – Kejaksaan Agung harusnya bisa memilah dan memilih barang aset yang hendak disita dari tersangka kasus korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asabri maupun PT Asuransi Jiwasraya. Sehingga, penyitaan maupun perampasan aset yang dilakukan kejaksaan tidak melanggar aturan perundang-undangan.

SeaBank Laporkan Laba Bersih Rp 291 Miliar pada Kuartal-III 2024, Fokus Pembiayaan Segmen Ritel

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa menjelaskan penyidik harusnya melakukan verifikasi atau klasifikasi secara detail terhadap suatu barang agar dapat diketahui dengan pasti barang tersebut terkait atau tidak dalam suatu tindak pidana.

“Saya rasa, dalam kasus ini (Jiwasraya-Asabri) tindakan klasifikasi atau verifikasi aset tidak bekerja. Padahal penyidikan itu harusnya bukan hanya sekedar investigasi membuktikan unsur, tapi juga proteksi oleh mereka sebagai alat negara yang menjaga hak-hak masyarakat yang menjadi korban dari sistem,” kata Eva melalui keterangannya pada Selasa, 3 Agustus 2021.

Buru Tahanan Kabur, Rutan Salemba Koordinasi dengan Polda Aceh dan Jabar

Untuk itu, kata dia, penyidik wajib melakukan coding alias memilah barang atau aset-aset yang hendak disita dari tangan tersangka. Sehingga jika diketahui ada barang milik pihak ketiga yang kemudian tersita, maka harus dikembalikan segera ke pemiliknya.

“Ini kaitannya dengan the rights of property dalam HAM, yaitu hak untuk memiliki sesuatu dan menggunakannya, termasuk hak untuk membeli maupun menjual sesuatu,” ujarnya.

Ibu Ronald Tannur Langsung Diperiksa Usai Penahanan Dipindah ke Kejagung

Menurut dia, penyitaan dan perampasan dalam KUHAP adalah istilah yang berbeda. Maka dari itu, Kejaksaan selaku penegak hukum harus hati-hati melakukan kedua upaya tersebut dalam rangka pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi.

"Penyitaan dan perampasan didalam KUHAP adalah istilah yang berbeda, tindakannya juga tidak sama antara penyitaan dan perampasan," jelas dia.

Oleh karena itu, Eva mengkritisi penggunaan Pasal 45 KUHAP yang menjadi dasar Kejaksaan Agung melelang sejumlah aset terkait dugaan perkara korupsi Asabri. Menurut dia, pelelangan bisa dilakukan atas izin hakim tapi juga harus izin terdakwa atau kuasanya.

“Perlu diingat, KUHAP membatasi bahwa yang dapat dirampas adalah terbatas pada barang yang dapat dibuktikan berasal atau terkait erat dengan kejahatan (korupsi),” katanya.

Diketahui, Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menang persidangan praperadilan terkait penyitaan barang bukti kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan pihaknya memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan Tim Advokat dari Kantor Law Offices Fajar Gora dan partner terkait tidak sahnya penyitaan atas enam bidang tanah dan/atau bangunan dalam penyidikan korupsi Asabri.

“Majelis hakim telah mengadili menolak permohonan para pemohonan untuk seluruhnya; dan membebankan biaya perkara kepada pemohon,” kata Leonard pada Rabu, 21 Juli 2021.

Dengan begitu, kata dia, maka penyitaan yang dilakukan Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung sudah sah dan sesuai hukum acara pidana yang berlaku.

Adapun, kata dia, penyitaan barang bukti yang digugat pemohon berupa enam bidang tanah dan/atau bangunan tertelak di Desa Gedangan, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah yang diatasnya berdiri bangunan Hotel Brather Inn Sukoharjo dengan pemegang hak guna banguna (HGB) atas nama PT. Graha Solo Dlopo.

Kemudian, satu bidang tanah dan/atau bangunan sesuai Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 8893 seluas 488 m2 tertelak di Desa Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta dan diatasnya berdiri bangunan Hotel Brother Inn Babarsari dengan pemegang hak atas nama Jimmy Tjokrosaputro.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya