Direktur Penunjang Medik RSUD Dr Soetomo Meninggal karena COVID-19

Lobi Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Soetomo, Surabaya, Minggu, 27 Juni 2021.
Sumber :
  • ANTARA/Hanif Nashrullah

VIVA – Direktur Penunjang Medik Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya Prof Dr Hendrian Dwikoloso Soebagjo Sp.M.(K) FICS meninggal dunia pada pukul 08.11 WIB, Selasa, 3 Agustus 2021, karena terpapar COVID-19.

Ibunda Meninggal Dunia, Dede Yusuf Ungkap Keinginan yang Belum Tercapai

"Beliau tutup usia pada usia 56 tahun setelah dirawat selama sebulan di Ruang Isolasi Khusus (RIK 1) RSUD Dr. Soetomo," kata Direktur Utama RSUD dr Soetomo Dr dr Joni Wahyuadi Sp.OG(K) saat penghormatan terakhir di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga di Surabaya.

Tim dokter RSUD Soetomo sudah melakukan segala upaya untuk memulihkan kondisi fisik Hendrian, mulai dari terapi plasma konvalesen, actemra, ventilator, hingga ECMO, CRRT, termasuk terapi plasma exchange.

Kronologi Meninggalnya Ibunda Dede Yusuf, Sempat Alami Serangan Jantung

Joni menambahkan, sebagai dokter pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Hendrian meninggalkan banyak jasa di rumah sakit.

Gedung Onkologi sembilan lantai dan gedung parkir baru di RSUD dr Soetomo yang kini berdiri kokoh, kata dia, atas inisiasi profesor yang lahir dan besar di Surabaya itu.

KPU Beri Santunan Anggota KPPS yang Meninggal di Jakarta Utara

"Bahkan, beliau sendiri yang mencari arsitek yang mendesain dua bangunan tersebut dan mengawal dari awal pendirian hingga akhir," kata Joni.

Dekan Fakultas Kedokteran Unair Prof Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG(K) menuturkan, kepergian guru besar sekaligus Kepala Divisi Orbita dan Onkologi Mata Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK Unar itu merupakan duka mendalam.

"Kami kehilangan sosok guru andal yang ilmunya telah banyak bermanfaat pada kemajuan pendidikan, khususnya untuk mahasiswa FK Unair, juga untuk pasien-pasiennya. Semoga dedikasinya selama ini bisa menjadi amal jariyah yang terus mengalir untuk beliau," katanya.

Di mata Budi, Hendrian adalah sosok yang sudah sangat aktif sejak masa mahasiswa.

"Seorang organisatoris yang kritis. Dia masuk tahun 1984, sementara saya 1982. Sejak dulu, Prof Hendrian sangat aktif baik di senat mahasiswa. Seorang organisatoris yang kritis kalau saya menyebut. Dan sejak dulu pribadinya tidak berubah, selalu baik dan rendah hati," ujarnya.

Hendrian wafat meninggalkan istri, Novri Susanti, dan tiga orang anak, yakni Nadia Azihni Henofaiz, Devan Ahmad Henofernanda dan Raynar Ahmad Henofaryal.

Hendrian merupakan dokter sekaligus ahli bedah mata paling terampil di Indonesia yang dimiliki FK Unair dengan spesialisasi penanganan katarak, LASIK, onkologi atau kanker mata, dan bedah kosmetik mata.

Ribuan prosedur bedah laser dan kornea termasuk LASIK, operasi katarak, perawatan glaukoma, pengikatan silang kolagen kornea, dan berbagai tindakan pada kondisi kesehatan mata dan penglihatan sudah dia jalankan selama pengabdiannya.

Sebelum dimakamkan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa didampingi Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Heru Tjahjono dan beberapa pejabat Pemprov Jawa Timur ikut memberikan penghormatan terakhir untuk jenazah Hendrian. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya