Ahli Epidemiologi Sebut Penanganan COVID-19 di Sumatera Barat Gagal

Ilustrasi rapid test.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Ahli epidemiologi Defriman Djafri menilai penanganan dan pencegahan COVID-19 di Sumatera Barat gagal, berdasarkan dua indikator yang bisa dijadikan acuan.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

“Prinsip dalam bencana khususnya bencana nonalam, dua yang menjadi outcome, yakni menekan angka kesakitan atau terinfeksi, dan yang kedua adalah angka kematian. Kalau kita tidak bisa menekan ini, maka kita gagal. Dan ini yang terjadi di Sumatera Barat saat ini,”kata Defriman, Senin 26 Juli 2021.

Defriman Djafri menegaskan, ia tak ingin berasumsi mengenai virus corona varian Delta sudah terdeteksi di Sumatera Barat. Meski fakta menunjukkan masifnya penularan COVID-19 di Sumatera Barat akhir-akhir ini, varian Delta belum teruji secara klinis dengan metoda whole genome sequencing (WGS). 

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Beberapa kasus penularan yang dia investigasi terjadi pada komunitas keluarga. Dia menduga penularan itu masih berhubungan dengan pergerakan orang selama masa mudik lebaran Idul Fitri 2021 yang kemudian diikuti liburan sekolah dan lebaran Idul Adha.

“Jadi, jangan kaget kalau tidak keluar rumah, tidak kontak dengan siapa-siapa, kenapa bisa positif? Jawabannya, karena di antara anggota keluarga ada yang abai dalam menerapkan prokes di setiap aktivitas di luar rumah,” ujarnya.  

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Saat ini kata Defriman, lembaganya sedang merampungkan manajemen dan analisis data lengkap COVID-19 di Sumatera Barat dari awal pandemi sampai 7 Juni 2021. Dia menyebut manajemen data dan pengkodean data di Sumatera Barat berantakan—meliputi riwayat penyakit dan komorbid, riwayat perjalanan, kontak dan termasuk, tanggal onset sampai pelaporan.

Dia menyarankan pemerintah mengedukasi masyarakat untuk beradaptasi dengan situasi pandemi ini, karena, menurutnya, yang terjadi sekarang "panik pandemi". 

Defriman mengingatkan, kalau terjadi lonjakan kasus penularan, yang berarti ibarat alarm berbunyi, tetapi masalahnya para tenaga kesehatan dan rumah sakit tidak sepenuhnya siap. “Prinsipnya hanya satu, menyelamatkan orang yang bisa atau mungkin diselamatkan. Dalam ilmu pencegahan, kita sudah gagal.”

Pun dengan pembatasan yang dilakukan dari mudik lebaran Idul Fitri, Defriman menilai, upaya itu tidak efektif. Sedangkan dampak ekonomi juga luar biasa karena pembatasan. Masyarakat dan petugas, menurutnya, tidak paham apa sebenarnya tujuan dan apa yang akan diawasi atau ditegakkan ketika pembatasan diterapkan.

“Kondisi ini juga diikuti dengan orang-orang mencari akal untuk menembus atau melanggar aturan tersebut. Kalau kita sadari, muaranya cuma satu, yakni masyarakat kita tidak paham. Dan ini, yang harus diintervensi,” katanya.

Jika masalah utama itu belum dapat dibereskan, dia meyakini, situasinya akan selalu begitu. “Merujuk pada prinsip penanganan bencana nonalam, kita sudah gagal mencegah,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya