PAN Minta Pekerja Informal Juga Diberi Bantuan
VIVA - Ketua Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay, turut merespons rencana Kementerian Ketenagakerjaan yang saat ini tengah mempersiapkan peluncuran program Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk para pekerja. Menurut Saleh, program BSU ini perlu disempurnakan karena ada banyak catatan terkait pelaksanaan BSU di tahun lalu.
Adapun catatan itu antara lain yang pertama data penerima BSU yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak semuanya akurat. Saleh mengatakan, menurut keterangan Menaker waktu itu, ada banyak duplikasi data, rekening tidak valid, rekening sudah tutup, dan ada juga rekening yang tidak sesuai dengan NIK.
"Akibat dari kesalahan-kesalahan data ini, BSU yang disediakan tidak terserap secara keseluruhan," kata Saleh, kepada wartawan, Senin 26 Juli 2021.
Saleh menuturkan per 14 Desember 2020, realisasi BSU hanya mencapai 27,96 triliun dari anggaran yang disediakan sebesar 29,85 Triliun. Artinya, ada 1,89 triliun yang tidak tersalurkan.
"Anggaran Rp1,89 triliun itu sangat banyak. Pasti banyak kelompok pekerja yang tidak jadi menerima. Padahal, mereka sudah masuk kriteria penerima yang gajinya di bawah 5 juta," katanya.
Baca juga: Bantuan Subsidi Upah Selama PPKM Level 4 Menjadi Rp1,2 juta
Catatan yang kedua, kata Saleh, target sasaran penerima BSU sudah semestinya diperluas. Selain pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, pemerintah semestinya juga memikirkan para pekerja sektor informal.
Sama dengan pekerja yang terdaftar di BPJS TK, pekerja informal ini juga sangat merasakan dampak dari kebijakan PPKM. Penghasilan mereka juga tidak menentu dan bahkan tidak jarang mereka harus menutup usahanya.
"Sektor informal ini banyak. Buruh bangunan, pedagang sayur, pedagang asongan, juru parkir, penjahit, buruh cuci, sopir angkot, nelayan, petani, dan lain-lain," kata dia.
Dia mengatakan mereka juga merasakan dampak dari pemberlakuan PPKM. Sayangnya, mereka ini tidak terdata dengan baik.
"Nah, mestinya mereka ini yang juga mendapat bantuan dan perhatian," kata Saleh.
Menurut Saleh, tentu tidak mudah untuk mendata pekerja informal ini. Tetapi, itu adalah bagian dari tanggung jawab Kemenaker.
Jika mereka dilupakan, kata dia, akan ada nuansa ketidakadilan dalam pemberian bantuan sosial seperti ini. Padahal, secara faktual, mereka adalah warga negara yang dilindungi oleh konstitusi yaitu pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
"Dalam konteks itu, sudah semestinya para pekerja informal ini dimasukkan dalam skema penerima BSU," ujar Saleh.
Catatan ketiga, lanjut Saleh, ada banyak pekerja yang berstatus TKS (tenaga kerja sukarela) di daerah-daerah yang penggajiannya jauh di bawah UMK. Mereka ini diangkat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di banyak kabupaten/kota, dan masalahnya, APBD yang tersedia tidak mampu untuk menggaji mereka secara proporsional.
Keempat, penyaluran BSU tahun 2020 terkendala oleh waktu. Ketika itu, Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan dibatasi oleh waktu yang sangat mepet. Akibatnya, perbaikan data penerima tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan harapan.
"Tahun ini, sebaiknya BSU disalurkan lebih cepat. Semakin cepat disalurkan, maka akan semakin baik. Apalagi, BSU tersebut dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang dapat menggerakkan roda perekonomian di lapisan terbawah," tutur Saleh.