BPOM Izinkan Ivermectin Jadi Obat Terapi COVID-19
- ANTARA
VIVA – Banyak pihak bersyukur dan menyambut baik telah dikeluarkannya izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization) untuk Ivermectin sebagai obat pendukung terapi COVID-19 oleh BPOM. Dengan produksi yang banyak, membuat masyarakat bisa menjangkaunya.
Seperti diketahui, BPOM memberikan izin penggunaan darurat (EUA) bagi 8 obat yang mendukung penanganan terapi COVID-19.
Seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Nomor: PW.01.10.3.34.07.21.07 TAHUN 2021 Tentang Pelaksanaan Distribusi Obat Dengan Persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization) tersebut ditetapkan di Jakarta pada 13 Juli 2021.
"Bahwa telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.02.02.1.2.07.21.281 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.02.02.1.2.11.20.1126 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Persetujuan Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization) sebagai acuan bagi pelaku usaha dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengelola Obat yang diberikan EUA yang mengatur keharusan adanya kontrak antara pemilik EUA dengan Apotek dan kewajiban pelaporan bagi fasilitas distribusi dan fasilitas pelayanan kesehatan," sebagaimana tertulis surat edaran tersebut.
Dalam poin tujuh, bagian isi surat edaran tersebut, tercantum beberapa obat yang mendukung penanganan terapi COVID-19 yaitu obat yang mengandung:
a. Remdesivir
b. Favipiravir
c. Oseltamivir
d. Immunoglobulin
e. Ivermectin
f. Tocilizumab
g. Azithromycin
h. Dexametason (tunggal)
Ketua Dewan Pakar Indonesia Maju Institut, Muhammad Lukman Edy. Politisi PKB ini menyebut dengan hadirnya obat pendukung pemulihan penularan virus ini, akan melengkapi 7 obat terapi lainnya.
"Alhamdulillah juga ternyata Ivermectin diajukan oleh salah satu BUMN Farmasi, yaitu Indofarma, yang atas dorongan sang Menteri BUMN Erick Thohir didorong menjadi produk lokal yang massal, sehingga menjadi obat murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat," kata Lukman dalam pesan singkatnya, Kamis 15 Juli 2021.
Lukman menyadari, Ivermectin - yang dikenal sebagai obat cacing, awalnya dikritik sejumlah pihak dan dimanfaatkan demi tujuan politisasi. Lukman justru melihat, terobosan ini patutnya didukung, bukan justru menjadi celah memojokkan pemerintah.
"Saya sempat membeli Ivermectin di apotek, dan memberikannya kepada teman-teman saya dan sopir saya sekeluarga yang ada gejala COVID dan yang sudah dinyatakan positif COVID tapi melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing. Alhamdulillah rata-rata atau hampir semuanya setelah 5 hari mereka membaik dan ketika di swab lagi, negatif," tutur Lukman.
Mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal ini menilai, kerja keras dan kerja cepat Erick Thohir pantas diapresiasi. Sebab, atas inisiatif dirinya lah mengambil langkah dengan menyurati BPOMÂ sehingga keluar izin tersebut. Karena niat awal hadirnya Invermectin, supaya ada obat murah dan bagus bagi masyarakat yang bisa direalisasikan segera.
"Obat terapi COVID sekarang ini mahal sekali, dan paska pengobatan punya dampak yang luas. Kwitansi rumah sakit yang merawat COVID-19 rata-rata penyintas menghabiskan Rp250 juta ke atas bahkan ada yang sampai Rp1 miliar lebih," kata Lukman.
"Ivermectin ini seperti, setetes air di tengah gurun. Ketika obat terapi COVID yang lain mahalnya naudzubillah muncul Ivermectin yang murah. Juga, ketika obat terapi COVID yang lain dampaknya lebih besar dan panjang bagi penyintas," sambung Lukman.