Klarifikasi Bupati Karawang soal Video Wanita ‘Disuntik Vaksin Bodong’
- tvOne/Teguh Sutrisno
VIVA – Bupati Karawang dr Cellica Nurrachadiana membuat pernyataan klarifikasi tentang viralnya rekaman video yang memperlihatkan seorang tenaga kesehatan menyuntik seorang wanita dalam kegiatan vaksinasi COVID-19 dan penyuntikan itu dianggap bohongan alias bodong dengan alasan pompa suntikan tidak ditekan.
Cellica mengaku telah menginvestigasi secara sekilas dengan memintai keterangan pihak-pihak terkait, Puskesmas Wadas di Kecamatan Telukjambe Timur, petugas medis yang menyuntik vaksin, dan warga yang disuntik vaksin COVID-19.
“Kami sudah mendengar dari pihak Puskesmas, bahwa yang bersangkutan (petugas medis vaksinator) seratus persen yakin memasukkan dosis satu kepada teman-teman yang dilakukan vaksinasi,” katanya dalam konferensi pers di Mitra 10, setelah dari Puskesmas Wadas, Karawang, Selasa, 13 Juli 2021, sebagaimana dikutip dari rekaman video yang diunggah akun Instagram halokrw.
Si vaksinator, bernama Maola Nurul Shinta, kata Cellica, merupakan perawat senior, dan sejauh ini telah menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada lebih dari 8.000. Sebagaimana para perawat lain, katanya, Maola juga menguasai beberapa teknik penyuntikan, terutama untuk mengalirkan cairan vaksin dari tabung suntikan melalui jarum, di antaranya pompa suntikan ditekan dengan jempol, atau didorong dengan telapak tangan.
Berdasarkan keterangan itu, katanya, Maola mengklaim telah menyuntikkan dengan benar cairan vaksin COVID-19 kepada wanita yang belakangan menjadi viral.
Namun, karena verifikasi kepada pihak-pihak terkait itu baru sebatas penyelidikan sekilas, Cellica menolak membuat kesimpulan apa pun tentang kebenaran klaim si petugas vaksinator atau pengakuan warga yang disuntik. Penyelidikan lebih mendalam dilakukan oleh polisi dan bekerja sama dengan perusahaan jasa laboratorium klinis Prodia.
Pertama-tama, katanya, wanita yang disuntik dan videonya viral di media sosial itu akan diambil sampel darahnya untuk diuji di laboratorium Prodia. Prosedur itu, katanya, untuk mengetahui telah atau belum terbentuk antibodi pada tubuh di wanita yang disuntik vaksin.
Ringkasnya, kata Cellica, jika petugas vaksinator ternyata tidak menyuntikkan dengan benar cairan vaksin, yang berarti tidak ada vaksin yang masuk, maka pada tubuh si wanita belum terbentuk antibodi. Jika sebaliknya, pasti sudah mulai terbentuk antibodi, meski barangkali kadarnya belum maksimal karena baru beberapa hari disuntikkan.
Prosedur pemeriksaan laboratorium itu, menurut Cellica, akan diawasi langsung oleh penyidik Kepolisian Resor Karawang. Polisi setempat juga akan memintai keterangan secara lebih terperinci kepada pihak-pihak terkait, terutama si petugas vaksinator, dan apa pun hasilnya kelak akan diumumkan secara terbuka kepada publik melalui pers.
Namun, satu hal yang pasti, Cellica mengklarifikasi ujaran-ujaran di media sosial, yang menyatakan di antaranya bahwa alat suntik yang dipakai oleh si vaksinator adalah spuit bekas. “Itu saya pastikan 1.000 persen tidak [benar].”
Cellica berjanji akan menindak tegas jika, berdasarkan hasil investigasi polisi, ditemukan bukti ada pelanggaran atau kelalaian pada petugas Puskesmas yang menyuntikkan vaksin. “Saya akan sanksi tegas, bila ada oknum saya yang lalai dengan tugasnya dengan sengaja. Sanksi tegas administrasi, yaitu pemberhentian,” katanya.
Proses hukum di kepolisian berbeda lagi. Jika memang ditemukan pelanggaran hukum, katanya, tentu polisi akan mengusutnya hingga tuntas, begitu pula terhadap sejumlah warga yang menyebarkan aneka rumor.