Wamenag: Kegiatan di Tempat Ibadah di Daerah PPKM Darurat Ditiadakan

Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi, meninjau Asrama Haji Pondok Gede.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Syaefullah.

VIVA –  Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi menilai kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali ini diambil sebagai ikhtiar menjaga keselamatan jiwa. 

Eks Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria Divonis Bersalah karena Kampanye di Tempat Ibadah

"PPKM Darurat karena kondisi pandemi COVID-19 yang meningkat, semata untuk menjaga keselamatan jiwa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam kondisi semacam ini, umat diajak untuk sementara beribadah di rumahnya masing-masing," kata Zainut di Jakarta, Senin, 5 Juli 2021. 

Dalam kebijakan itu, kata dia, kegiatan peribadatan di rumah ibadah semua agama yang berada di wilayah PPKM Darurat, ditiadakan sementara. Pusat perbelanjaan (mal), dan pusat perdagangan di wilayah PPKM, juga ditutup sementara. 

Prabowo Ingin Bangun Kampung Haji Indonesia di Makkah Arab Saudi

"Pusat perbelanjaan (mal) dan pusat perdagangan pada wilayah PPKM Darurat, juga ditutup sementara. Itu dilakukan dalam rangka menekan penyebaran COVID-19, dan bagian dari ikhtiar menjaga jiwa," ujarnya. 

Menurutnya, menjaga keselamatan jiwa (hifdzu an-nafs ) merupakan salah satu kewajiban agama yang paling utama. Menjaga jiwa juga erat kaitannya untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya, tanpa terkecuali. Alquran mengajarkan, barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

Maulid Nabi Muhammad, Wakil Menteri Agama Ajak ASN Teladani Akhlaknya Dalam Pelayana Publik

Kondisi pandemi yang terjadi saat ini, lanjut Wamenag, menjadikan hifdzu an-nafsi (menjaga keselamatan jiwa) menjadi pertimbangan paling utama dalam penetapan fatwa dibanding kewajiban agama lainnya seperti ; hifdzu ad-din (menjaga agama), hifdzu al-mal (menjaga harta), hifdzu al-‘aql (menjaga akal), dan hifdzu an-nasl (menjaga keturunan). Karena menjaga keselamatan jiwa belum ada alternatif penggantinya. Sedangkan hifdzu ad-din menjadi urutan berikutnya, karena ada alternatif penerapan keringanan (rukhshah). 

"Saya kira rukhshah menjadi pijakan dari ijtihad para ulama dalam menetapkan fatwa baru, fiqih pandemi, sebagai panduan umat Islam dalam melaksanakan ibadah di tengah pendemi ini, baik untuk tenaga medis, para penderita, ataupun umat Islam pada umumnya," tuturnya.

Ia mengapresiasi MUI yang melalui kajian fiqih telah menerbitkan beberapa fatwa, antara lain Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah di Saat Pandemik COVID-19, Fatwa Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pedoman Kaifiat Shalat Bagi Tenaga Kesehatan Yang Menggunakan APD Saat Merawat dan Menangani Pasien COVID-19; dan yang terbaru Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir Dan Shalat Idul Fitri/Adha Saat Pandemi COVID-19. 

Sedangkan pada konteks kebijakan pemerintah, Wamenag melihat Surat Edaran Menteri Agama juga lahir dengan semangat fiqih pandemi dan berdasarkan Fatwa-fatwa MUI yang terkait tersebut.

"Saya mengimbau kepada para ulama, kiai dan tokoh agama untuk ikut menyosialisasikan fiqih pandemi agar masyarakat dapat menjadikan pedoman dalam melaksanakan ibadah di masa pandemi," ujarnya.

Ia juga berharap para tokoh agama berada pada garda terdepan, dalam menumbuhkan kesadaran umat untuk secara disiplin mematuhi protokol kesehatan sebagai ikhtiar bersama untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. 

"Mari berdoa bersama, semoga pandemi ini bisa segera terkendali. Aamiin," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya