DPR Minta PTPN V Bisa Selesaikan Konflik dengan Petani
- ANTARA FOTO/Hadly V
VIVA – Anggota Komisi IV DPR RI I Made Urip meminta agar PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V segera menyelesaikan konfliknya dengan para petani. Ia menyarankan agar persoalan ini bisa diselesaikan dulu dengan duduk bersama dan musyawarah.
"Solusinya, ya, harus duduk bersama, bermusyawarah untuk mencari jalan keluar. Jika mentok, pihak yang merasa rugi bisa menempuh jalur hukum," kata I Made Urip dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa dikutip dari Antara, Selasa, 29 Juni 2021.
Menurut dia, kedua pihak dapat mematuhi aturan main yang merupakan kesepakatan bersama. Ia mengatakan Komisi IV DPR bisa memanggil PTPN V dan petani dalam persoalan tersebut.
"Untuk mengetahui duduk persoalannya, bisa saja Komisi IV DPR memanggil PTPN V dan juga pihak petani untuk mencari jalan keluar," ujar Made.
Dia menjelaskan berdasarkan pengalamannya selama di Komisi IV DPR yang membidangi perkebunan, pertanian, tidak sedikit petani yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan.
Pun, ia menekankan bila aparat penegak hukum jika sudah mendapat laporan, harus segera bertindak. Bila tak bisa secara musyawarah maka selesaikan dengan jalur hukum.
"Itu supaya di lapangan tidak terjadi konflik fisik. Selesaikanlah konflik secara hukum," kata politikus PDIP tersebut.
Konflik antara PTPN V dan para petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur atau Kopsa M di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.
Bahkan, pihak Kopsa M sudha melaporkan PTPN V ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan KPK terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi.
Tim Advokasi Keadilan Agraria SETARA Institute bersama perwakilan petani yang tergabung dalam Kopsa M telah melaporkan sejumlah pejabat PTPN V ke KPK pada tanggal 25 Mei 2021.
Dugaan korupsi yang dilaporkan adalah pembiaran lahan 500 hektare yang diserahkan oleh Kopsa M ke negara melalui PTPN V sebagai upaya memenuhi kewajiban dilaksanakannya kerja sama pembangunan kebun.
"Oleh PTPN V, lahan tersebut dibiarkan dan sengaja tidak dibukukan sebagai kekayaan negara sehingga beralih kepemilikan dan menimbulkan kerugian negara," ujar Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria-Setara Institute Disna Riantina.
Akibat tindakan tersebut, kata Disna, negara didiga dirugikan kurang lebih Rp134 miliar. (Ant)