Putra Soeharto Gugat Istana ke Pengadilan
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVA – Bambang Trihatmojo, putra presiden kedua RI Soeharto, mengajukan gugatan terhadap Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Senin, 28 Juni 2021.
Gugatan itu menyoalkan utang Rp54 miliar yang dilayangkan pemerintah untuk pelaksanaan SEA Games 1997.
Dilansir dari laman Sipp.ptun-jakarta.go.id, Bambang melalui kuasa hukum, Prisma Wardhana Sasmita, mengajukan gugatan itu dengan registrasi 153/G/2021/PTUN.JKT.
Terdapat sejumlah petitum yang dimohonkan Bambang kepada pengadilan. Pertama, menyatakan batal atau tidak sah Surat penyelesaian piutang Negara an. KMP Sea Games XIX 1997, Nomor surat S-647/WKN.07/KNL.01/2021 tertanggal 5 Maret 2021.
Surat itu dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I (Tergugat I) yang ditujukan kepada Konsorsium Swasta Mitra (KSM) Penyelenggara Sea Games XIX pada 1997 di Jakarta yang beralamat di Yayasan Damandiri, Gedung Granadi Lantai 12, Kuningan 12950, khususnya terhadap Bambang Trihatmodjo.
Dalam dalilnya, Bambang mengaku tidak memiliki kewajiban secara pribadi kepada Kemensetneg atas apa yang menjadi tanggung jawab Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) Sea Games XIX 1997 di Jakarta.
Bambang mengatakan, seharusnya Kemensetneg menagih utang itu kepada PT Tata Insani Mukti.
"Menetapkan Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) Sea Games XIX 1997 di Jakarta, dalam hal ini PT Tata Insani Mukti sebagai Badan Hukum Pelaksana sebagai Subyek hukum yang bertanggung jawab atas hubungan hukum utang piutang dengan Sekretariat Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia," begitu bunyi tuntutan Bambang.
Karena itu, Bambang juga meminta majelis hakim memutuskan agar KPKNL Jakarta I untuk mencabut Surat penyelesaian piutang Negara an. KMP Sea Games XIX 1997, Nomor surat S-647/WKN.07/KNL.01/2021 tertanggal 5 Maret 2021” yang ditujukan kepada Konsorsium Swasta Mitra Penyelenggara Sea Games XIX 1997.
Kasus itu merupakan buntut dari pelaksanaan SEA Games di Jakarta pada 1997. Presiden Soeharto kala itu menggelontorkan uang Rp35 miliar untuk konsorsium lewat jalur Bantuan Presiden (Banpres).
Uang itu digelontorkan untuk Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games 1997, dan Bambang menjabat sebagai ketua. Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.
Dana itu adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kemensetneg.
Setelah hajatan SEA Games selesai dan Soeharto tumbang, Bambang diminta mengembalikan dana itu kepada negara ditambah bunga 5 persen per tahun. Namun tagihan membengkak menjadi Rp50 miliar.
Pada akhir 2019, Menteri Keuangan Sri Mulyani menagih Bambang untuk melunasi utang itu. Sri Mulyani juga meminta Bambang agar tidak bisa bepergian ke luar negeri.