Jelajah Kemilau Kristal nan Indah di Gua Liang Woja
- tvOne/ Jo Kenaru (Manggarai, NTT)
VIVA – Memandang dari kejauhan, rindang pohon terlihat menutupi bebatuan yang berdiri kokoh, berderet dari atas bukit hingga lembah sisi selatan Desa Barang, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Halimun yang tengah berkumpul berarak pelan tersapu angin gunung yang segar. Perlahan hutan tipis itu tersingkap dan melarung manja sepanjang kali Wae Kebong.
Desa Barang cukup lengang meskipun letaknya tak jauh dari Ruteng, Ibu Kota Kabupaten Manggarai Provinsi, Nusa Tenggara Timur. Dengan naik sepeda motor, paling banter sejam sudah sampai di lokasi.
Menuju ke sana, mesti melewati Desa Golo lebih dulu. Makin dekat ke Desa Golo, jalanan makin sempit. Petani yang sempat baku sapa hanya melengos saja dan lenyap ke dalam semak-semak ditemani anjing berburu.
Dua desa itu termasuk dalam Kecamatan Cibal, wilayah berhawa sedang. Tak heran nyiur pun banyak tumbuh di sana. Di balik pepohonan rindang di Desa Barang, terdapat sebuah gua yang menarik.
Gua Liang Woja namanya. Gua yang ini berjarak sepelemparan batu dari ujung jalan rabat yang berhenti di tepi kali Wae Kebong. Hanya melangkah beberapa meter dari kali yang tidak berjembatan itu, kita sudah langsung menjangkau mulut gua.
Di Liang Woja terdapat dua pintu masuk yang saling bersebelahan namun yang dipakai yakni liang bagian barat. Tinggi mulut gua sekitar 5 meter dan lebar 5 meter. Bagi pengunjung yang ingin masuk ke gua, jangan lupa membawa senter atau lampu led.
Masuk ke dalam gua Liang Woja seperti masuk ke dalam ruang bawah tanah sebuah kerajaan, hanya menuruni beberapa anak tangga yang terbuat dari semen. Lantai gua yang letaknya simetris dengan mulut gua merupakan bagian yang paling lapang, ukurannya 20x10 meter.
Di ruangan yang besar itu terdapat patung Bunda Maria, yang ditempatkan di atas ketinggian. Kepala arca nyaris menyentuh langit-langit gua. Peziarah yang datang berdoa bisa bersujud di bawah batang-batang bambu utuh pengganti bangku. Terasa seperti berada di dalam sebuah kapel.
Menjelajahi Liang Woja tidak bakal menguras tenaga. Meski harus menjangkau empat ruang besar tapi seluruh permukaan gua rata serta rimstone yang landai. Panjang bagian dalam gua dari timur ke barat tak kurang dari 500 meter.
Nyaris tak ditemukan jalur jalan yang menyempit. Semua lorongnya lapang sehingga pengunjung tak perlu berjongkok. Kelebihan gua ini, salah satunya adalah tidak pengap, udaranya segar.
Di sebelah timur, terdapat sebuah ruangan besar berbentuk kawah, lebar 15 meter serta tinggi 15 meter. Jika terus menuruni lubang gua pada jalur ini Anda bisa mendengar suara aliran air di dasar gua.
Kemudian di sebelah barat, terdapat tiga lorong panjang ke tiga arah sejauh 100 dan 200 meter. Di segmen ini ditemukan beragam lukisan stalaktit yang memukau ditambah butiran air yang berpendar di ujung stalaktit, menandakan cetakan stalaktit dan stalakmit di gua masih hidup semua.
Stalakmit mirip petak sawah
Selain dipenuhi stalaktit yang berjuntai-juntai, di sisi barat gua ditemukan ukiran stalakmit raksasa berbentuk petak-petak sawah.
Tokoh muda Desa Barang, Adrian Paju yang mendampingi VIVA selama caving menjelaskan, nama Liang Woja mengikuti pahatan stalakmit yang mirip petak-petak sawah.
“Kenapa orang tua kami memberi nama Liang Woja, karena petak-petak stalakmit yang berbentuk sawah ini. Liang berarti gua dan Woja adalah padi di sawah,” ujarnya.
Dinding kristal
Hampir seluruh ruangan di dalam gua memantulkan cahaya kerlap-kerlip ketika terkena lampu senter.
Kemilau kristal pada langit-langit dan dinding gua tampak seperti butiran lampu-lampu hias. Untuk mendapatkan terang kristal yang maksimal, Anda boleh meredupkan cahaya senter.
Titik-titik embun yang meluber halus di permukaan kristal memberi degradasi warna kontras, putih dan hijau berkilauan.
“Selama berada di dalam gua, pengunjung dilarang untuk mengambil apapun kecuali gambar dan dilarang keras membunuh hewan penghuni gua seperti kelelawar dan jangkrik gua,” kata Adrian Paju.
Lorong 7 kilometer
Gua Liang Woja sebenarnya ditemukan sejak tahun 1980-an. Kepala Desa Barang, Thomas Tahir mengatakan, di awal gua ini ditemukan, ada warga yang nekat menyusuri lorong terpanjangnya yang lubang keluarnya tembus di Dusun Barang.
“Kalau mengikuti jarak gua ke sini ya 7 kilometer panjangnya. Dulu itu ada warga yang berjalan menyusuri lorong itu,” kata Thomas.
Namun lubang yang terletak tidak jauh dari halaman kampung Barang itu kemudian ditutup karena dianggap angker dan berbahaya.
“Oleh orang-orang tua dulu, lubang itu ditutup dengan alasan cukup berbahaya bagi keselamatan warga sini,” katanya.
Terbesar di Flores
Gua Liang Woja, menurut Kades Thomas Tahir, merupakan gua terbesar di Flores bahkan mengalahkan keindahan gua Batu Cermin di Labuan Bajo yang tersohor oleh cahaya mirip pantulan cermin ketika matahari benar-benar tegak lurus di atas gua.
Dia juga membandingkan Liang Woja dengan situs Liang Bua, gua Hobbit di Kecamatan Rahong Utara atau gua Cingcoleng di Kecamatan Lambaleda Manggarai Timur.
“Mau tanya siapa saja yang pernah ke Batu Cermin, atau di Liang Bua serta Cingcoleng. Umumnya mengatakan gua Liang Woja yang paling besar dan istimewa,” ujarnya.
Sepi pengunjung
Dikatakan, Kades Barang, kendati gua Liang Woja sangat istimewa namun gua ini hanya dikunjungi oleh warga sekitar yakni warga Desa Barang, Desa Golo serta Desa Pinggang.
“Orang luar belum ada yang ke sini pak, apalagi turis mancanegara padahal kalau mau dibandingkan dengan gua yang lain, ini sudah yang paling besar dan istimewa,” kata Thomas Tahir.
“Semoga dengan pemberitaan teman-teman wartawan, spot ini akan makin dikenal dan bakal menjadi destinasi alternatif bagi turis-turis yang berwisata ke Flores,” ujarnya.
Laporan Jo Kenaru (tvOne/ Manggarai, NTT)