Sebut Negara Dapat BMW dari Pinangki, Jampidsus Dinilai Memalukan

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Ali Mukartono
Sumber :
  • VIVA/Farhan Faris

VIVA – Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Ali Mukartono disorot karena menyebut negara mendapatkan mobil BMW X-5 dari kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM).

Terkuak, Ini Lokasi Suap Tiga Eks Hakim PN Surabaya Terkait Vonis Bebas Ronald Tannur

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan pernyataan Ali Mukartono yang bangga telah menyita mobil BMW dari kasus Pinangki merupakan tindakan yang sesat dan memalukan.

"Saya kira ini pernyataan yang memalukan, karena seolah-olah terkesan Pinangki sudah menyumbangkan sebuah mobil BMW kepada negara dan pikiran seperti ini sesat," kata Fickar kepada wartawan pada Kamis, 24 Juni 2021.

Babak Baru Kasus Suap Tiga Eks Hakim PN Surabaya Terkait Vonis Ronald Tannur

Padahal, kata dia, Pinangki secara nyata dan terbukti telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Jadi, bukan secara sukarela tapi sesuai putusan pengadilan diserahkan kepada negara.

“Ini menjadi pertanyaan besar, mengapa hingga kini Pinangki masih ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung?,” ujarnya.

Kata Kejagung Soal Ketua Hakim Kasasi Sepakat Vonis Bebas Ronald Tannur

Menurut dia, atas perbuatan Pinangki justru negara mengalami kerugian yang tidak bernilai karena kehilangan sumber daya manusia jaksa penuntut umum (SDM JPU) yang sudah dididik dan digaji negara untuk melaksanakan tugas.

"Tapi justru menjadi penjahatnya, berapa biaya yang sudah dikeluarkan negara untuk mendidik dan menggaji terdakwa Pinangki selama ini. Tentu tidak pernah cukup kalau hanya dibayar dengan mobil BMW semata,” jelas dia.

Selain itu, Fickar mengatakan negara juga mengalami kerugian immaterial yaitu rasa malu yang besar karena tidak bisa mengendalikan aparaturnya melakukan kejahatan korupsi.

“Itulah yang harusnya menjadi pemikiran seorang jaksa sebagai aparatur negara yang dibayar untuk melakukan penuntutan, termasuk kejahatan korupsi,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Jampidsus Ali Mukartono mempertanyakan kepada awak media kenapa selalu mengejar pemberitaan soal Pinangki. Menurut dia, tersangka dalam kasus tersebut ada banyak, sehingga tidak harus berfokus pada Pinangki seorang.

"Kenapa sih yang dikejar-kejar Pinangki, tersangka terkait itu ada banyak," ujarnya.

Saat wartawan menjelaskan bahwa banding Pinangki menjadi perhatian luas publik, terlebih pertimbangan hakim mengabulkan permohonan bandingnya dianggap menciderai rasa keadilan.

Ali juga menyinggung dalam perkara Pinangki, negara mendapatkan mobil. Sedangkan, tersangka lain kesulitan untuk dilacaknya. "Malah dari Pinangki, negara dapat mobil. Yang lain kan susah ngelacaknya itu," kata Ali.

Mobil yang dimaksudkan Ali, yakni mobil BMW X-5 yang dirampas hakim untuk dikembalikan kepada negara karena diduga hasil korupsi.

Diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara. Selain itu, Pinangki dihukum membayar denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada sidang banding memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun.

Dalam perkara ini, Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS dari terpidana kasus "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra.

Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana dua tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.

Baca juga: Kejagung: Kenapa Sih Kejar-kejar Pinangki?

Harvey Moeis di PN Jakarta Pusat

Harvey Moeis Bingung dari Mana Negara Rugi Rp300 Triliun di Kasus Timah: Masyarakat Kena Prank!

Harvey Moeis turut menjelaskan bahwa dirinya bingung sampai sekarang terkait dengan dakwaan yang menyebut Harvey menjadi salah satu terdakwa kasus timah.

img_title
VIVA.co.id
18 Desember 2024