Menkominfo Beberkan Isi SKB Pedoman Implementasi Pasal Karet UU ITE

Menkominfo Johnny G Plate
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pedoman kriteria implementasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 soal Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah ditandatangani. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengungkap isi SKB pedoman tersebut.

Firdaus Oiwobo Bela Ivan Sugianto: Polisi Harus Adil, Tangkap Juga Siswa yang Bully Anak Ivan

Dia menyampaikan pedoman implementasi memang diperlukan untuk mendukung penegakan UU ITE lantaran sejumlah pasal karet yang disorot publik.

"Penyusunan pedoman implementasi atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE, diharapkan dapat mendukung upaya penegakan UU ITE selaku ketentuan khusus dari norma pidana yang disebut dengan lex specialis," ujar Johnny, dalam keterangannya yang dikutip pada Kamis, 24 Juni 2021.

Saksi Ahli Dilibatkan dalam Perkara Said Didu Kritik PSN di PIK 2, Bakal jadi Tersangka?

Dia menjelaskan, ketentuan dari norma pidana mengedepankan penerapan restorative justice. Dengan demikian, penyelesaian polemik UU ITE bisa dilakukan tanpa harus menempuh jalur hukum peradilan.

Menurut Johnny, mekanisme itu bisa dilakukan untuk menguatkan posisi ketentuan peradilan pidana sebagai ultimum remidium, atau pilihan terakhir dalam penyelesaian permasalahan hukum. 

Said Didu Dicecar 25 Pertanyaan Dalam Pemeriksaan di Polresta Tangerang Terkait Kritik PSN PIK 2

"Pedoman implementasi atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat, dan keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lain terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat,” lanjut politikus Nasdem itu.

Pun, ia menambahkan pembahasan revisi UU ITE juga akan melalui mekanisme penyusunan perundang-undangan. Dengan proses ini akan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan menyesuaikan amanat undang-undang. Selanjutnya, revisi UU ITE juga akan masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas perubahan 2021 di DPR.

Johnny menekankan dengan SKB pedoman yang sudah diteken, diharapkan sebagai buku saku pegangan aparat penegak hukum dari tiga unsur Kementerian Kominfo, Polri, dan Kejaksaan Agung.

8 Substansi

Johnny memaparkan, pedoman implementasi tersebut merupakan lampiran dari SKB yang terdiri dari 8 substansi penting dalam pasal-pasal terkait.

Pertama, pedoman Pasal 27 ayat (1) terkait konten elektronik yang melanggar kesusilaan. Dijelaskan dalam pasal tersebut fokus terhadap kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kesusilaan secara aktif melalui kegiatan mengunggah atau mengirimkan konten kesusilaan. Jadi, bukan pada tindakan asusilanya.

"Definisi konteks kesusilaan dalam pasal ini harus sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 281 dan 282 KUHP," kata Johnny.

Kedua, pedoman Pasal 27 ayat (2) mengenai konten perjudian yang menjelaskan kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten perjudian baik berupa aplikasi, akun, iklan, situs dan/atau sistem billing operator bandar berbentuk video, gambar, suara atau tulisan.

“Ketiga, pedoman Pasal 27 ayat (3) mengenai konten penghinaan dan pencemaran nama baik menjelaskan bahwa, pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan pada ketentuan pasal 310 dan pasal 311 KUHP," tuturnya.

Johnny menyampaikan, dalam Pasal 310 KUHP merupakan delik yang menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum. Sedangkan, untuk Pasal 311 KUHP terkait dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku.

"Pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan. Dan, fokus pasal ini adalah perbuatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kepada publik yang dilakukan dengan sengaja (dolus) oleh pelaku, bukan perasaan korban,” jelasnya.

Lalu, keempat, yaitu pedoman Pasal 27 ayat (4) mengenai konten pemerasan dan/atau pengancaman. Pasal ini fokus pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten ancaman yang meliputi ancaman pembukaan rahasia, penyebaran data, foto, dan, atau video pribadi.

"Pemerasan atau pengancaman yang diatur dalam pasal ini adalah perbuatan pemaksaan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri secara ekonomis, untuk memberikan suatu barang, membuat utang, menghapus piutang baik sebagian atau keseluruhan kepunyaan orang yang diancam," jelasnya.

Pun, kelima adalah pedoman Pasal 28 ayat (1) tentang kabar bohong, hoaks secara umum, yang merugikan konsumen. Johnny mengatakan pasal tersebut bukan pemidanaan kabar bohong (hoaks) secara umum, melainkan dalam konteks perdagangan daring.

Selain itu, pelaksanaan pasal ini dilakukan sesuai UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang masih berlaku.

Kemudian, yang keenam yaitu pedoman Pasal 28 ayat (2) mengenai konten yang menyebarkan kebencian berdasarkan Suku Agama Ras dan Antar-Golongan (SARA). Dalam pasal ini menjelaskan aparat penegak hukum harus dapat membuktikan pengiriman konten tersebut mengajak atau menghasut masyarakat memusuhi individu atau kelompok dari suku agama ras dan antar golongan tertentu. 

"Secara khusus, definisi antar golongan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XV/2017," ujarnya.

Lalu, yang ketujuh yaitu pedoman Pasal 29 mengenai konten menakut-nakuti dengan kekerasan. Pasal ini menjelaskan pemidanaan dilakukan terhadap perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman, yang berpotensi diwujudkan dan menunjukkan niat untuk mencelakai korban dengan melakukan kekerasan secara fisik atau psikis.

“Pedoman pasal ini turut menjelaskan penanganan pasal harus didukung saksi yang menunjukkan fakta bahwa korban mengalami ketakutan atau tekanan psikis,” jelasnya.

Selanjutnya, kedelapan terkait pedoman Pasal 36 mengenai pemberatan sanksi akibat kerugian yang ditimbulkan karena tindak pidana UU ITE. “Pasal ini menjelaskan bahwa kerugian yang diatur adalah kerugian materiil dengan nilai yang harus dihitung dan ditentukan pada saat pelaporan,” tuturnya.

Adapun nilai kerugian material berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP.

“Pedoman implementasi atas pasal-pasal tertentu dalam UU ITE merupakan lampiran pada SKB Menteri Kominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung yang ditandatangani,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya