Kekerasan Seksual Meningkat, Moeldoko: RUU PKS Mendesak Disahkan
- Istimewa
VIVA – Pemerintah menyatakan sikapnya dengan mendukung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS).
Hal itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat membuka kickoff meeting Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS di Gedung Bina Graha Jakarta, hari ini.
“Eskalasi kekerasan seksual terus meningkat dan bentuk-bentuk kekerasan semakin kompleks. Undang-undang ini sangat mendesak untuk segera diundangkan,” kata Moeldoko dalam keterangannya, Senin 21 Juni 2021.
Baca juga: Diskon Pajak Diperpanjang Sampai Akhir 2021, Simak Rinciannya
Moeldoko yang juga merupakan salah satu Tim Pengarah Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS ini menjelaskan, berdasarkan pengalaman korban, khususnya perempuan, berbagai bentuk kekerasan seksual belum diatur dalam regulasi yang berlaku. Terlebih lagi, ada hal mendesak untuk juga mengakomodir hak-hak korban. Dan selama dianggap belum optimal mencakup di dalam perundangan yang ada.
Oleh karena itu, mantan Panglima TNI ini menegaskan bahwa UU PKS jadi harapan dalam memberikan penanganan yang komprehensif dari pencegahan, penanganan kasus, perlindungan serta pemulihan korban.
Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy O. S. Hiariej, berharap bisa segera bertemu dengan panitia kerja (panja) DPR untuk membahas lebih lanjut substansi RUU PKS. Eddy tidak ingin RUU PKS tumpang tindih dengan peraturan perundangan lainnya. Apalagi, kata dia, pembahasan RUU PKS tidak diserahkan pada satu komisi di DPR saja, melainkan lintas komisi.
“Persoalan substansi ini perlu kita selesaikan. Harus diteliti kembali dan duduk bersama Kejaksaan dan Kepolisian sebagai bagian dari penegakkan hukum,” tutur Eddy yang juga duduk sebagai Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Fadil Zumhana berpendapat, UU PKS akan jadi peraturan khusus bagi perlindungan wanita. Terutama, belei itu nantinya mengatur sanksi pidana agar memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Ratna Susianawati juga menegaskan, urgensi UU PKS tidak bisa ditunda mengingat desakan dan dukungan dari masyarakat.