Umumkan Elektabilitas Tokoh, Lembaga Survei Diminta Kedepankan Edukasi
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA - Meski pemilihan presiden masih sekitar tiga tahun lagi, tapi sejumlah pihak sudah ramai membicarakannya. Tidak terkecuali para lembaga survei yang seperti tak mau ketinggalan dengan menggeber elektabilitas sejumlah tokoh.
Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Indo Parameter, Tri Wibowo Santoso, meminta lembaga survei untuk mengedepankan edukasi politik bagi masyarakat ketimbang hanya memaparkan elektabilitas tokoh yang berpeluang di Pilpres 2024.
Menurutnya, pemaparan hasil survei terkait elektabilitas figur capres dan cawapres tanpa disertai track recordnya justru mengesankan bahwa lembaga survei sangat pragmatis.
"Bila dalam hasil survei capres dan cawapres disertakan juga track record figur, maka masyarakat tidak seperti membeli kucing dalam karung saat menentukan pilihannya. Selain itu, hasil survei jauh dari kesan 'bayaran' dari kelompok dan pihak tertentu. Ini juga bagian dari edukasi politik ke masyarakat," kata pria yang karib disapa Bowo ini, Jumat, 18 Juni 2021.
Bowo juga menilai lembaga survei juga harus terbuka terhadap materi pertanyaan ke responden terkait dengan tokoh yang layak menjadi next leader.
"Saya curiga pertanyaannya sudah dicreate hanya untuk tokoh-tokoh yang sudah ditentukan lembaga survei, sehingga responden tidak ada pilihan lagi. Karena kalau kita cermati, tokoh yang muncul itu lagi, itu lagi. Misalnya, Airlangga Hartarto, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, AHY, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, dan Puan Maharani," kata Bowo.
Baca juga: Survei PPI: Elektabilitas Ganjar Lewati Anies, Prabowo Teratas
Bagi publik, lanjut Bowo, tak ada soal bila nama-nama figur yang disurvei tersebut juga disertai track recordnya. Dengan demikian, masyarakat tidak terjebak lagi pada pilihannya di pilpres.
"Misalnya, sebut saja Airlangga Hartarto. Namanya pernah disebut memiliki conflict of interest dalam program kartu pra kerja. Kemudian, medio 20 September 2018, KPK pernah menyebut akan memeriksa Ketua Umum Partai Golkar itu dalam kasus PLTU Riau," kata Bowo.
Bowo melanjutkan nama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pernah dikaitkan dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP. Selain itu, Ganjar diduga juga menggunakan dana APBD sebesar Rp18 miliar untuk kampanye di Pemilu 2014.
Tokoh lainnya, lanjut Bowo, adalah Prabowo Subianto. Nama Menteri Pertahanan itu sempat muncul dalam dalam sidang kasus korupsi ekspor benih lobster dengan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta pada April 2021.
"Kemudian ada juga nama Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang kerap dipromosikan lembaga survei. Nama kader PDIP itu pernah dikaitkan dalam kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos). Bahkan, publik pun pernah digegerkan dengan munculnya sebutan 'Madam Bansos' yang tendensinya ditengarai adalah Mbak Puan," kata Bowo.
Selain itu, ada juga nama Anies Baswedan yang selalu muncul dalam hasil survei elektabilitas capres 2024.
"Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pernah disebut-sebut terkait kasus dugaan korupsi lahan rumah DP 0 persen di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. Bahkan, KPK-pun pada Mei 2021 sudah mewacanakan akan memeriksa Anis," tutur Bowo.   Â
Selanjutnya, muncul nama Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY. Memang, Bowo mengakui Indo Parameter belum rampung menelusuri track record anak sulung Presiden ke-5, Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Namun, dia menilai pastinya AHY akan terbelenggu pada warisan persoalan ketika ayahnya masih berkuasa di Tanah Air. Sebut saja kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat, senilai Rp2,5 triliun.
Nama lainnya yang muncul dalam survei adalah Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno. Bowo mengingatkan, pada medio Mei 2017, KPK pernah memeriksanya dalam kasus korupsi Wisma Atlet.
Pemeriksaan terhadap Sandiaga dilakukan lantaran yang bersangkutan merupakan bos dari PT Duta Graha, perusahaan yang menjalankan proyek senilai Rp3,5 triliun tersebut.