Jejak Perusahaan Herman Hery di Pengadaan Bansos COVID-19

Sidang kasus suap dana bansos (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Nama Herman Hery, Ketua Komisi III DPR, disebut dalam persidangan lanjutan dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial atau Bansos COVID-19 untuk Jabodetabek, yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dan sejumlah pihak, sebagai tersangka.

Itharaa Alkhair Berkomitmen Berikan Pelayanan Terbaik Bagi Jemaah Haji

Perusahaan milik anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan itu disebut yakni PT Dwimukti Graha Elektrindo. Saksi mengakui perusahaan tersebut menjadi pemasok barang-barang bantuan sosial sembako COVID-19 di Kementerian Sosial.

"Untuk bansos ini saya kerja di grup PT Dwimukti Graha Elektrindo, punya pak Herman Hery. Saya tidak langsung di Dwimukti tapi di grupnya," kata Ivo Wongkaren dikutip dari ANTARA, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin kemarin.

COP29, BNI Ungkap Peran Strategis Perbankan Akselerasi Transisi Hijau di Indonesia

Baca juga: Jemaat GKI Yasmin Menolak Gereja Direlokasi Bima Arya

Ivo menjadi saksi untuk terdakwa untuk Juliari Batubara, yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19.

Curhat Advokat Zuhesti Prihadini Terjerat Pidana Padahal Jalankan Tugas dari Atasan

"Saya pernah menjabat sebagai direktur di PT Dwimukti sekitar 2017-2018. Kami sebenarnya suplai bahan-bahan bangunan dan elektronik serta Dwimukti punya pabrik listrik untuk peralatan listrik," ungkap Ivo.

Menurut Ivo, PT Dwimukti terlibat untuk pengadaan bansos sembako COVID-19 di Kemensos karena diajak direktur sekaligus pemilik PT Anomali Lumbung Artha bernama Teddy, yang ingin ikut pengadaan bansos. Keduanya pada awal April lalu pergi ke kantor Kemensos untuk mengajukan penyediaan bansos.

Keduanya lalu bertemu dengan Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) MO Royani. Dari Royani keduanya lalu berkenalan dengan Kabiro Umum Kemensos Adi Wahyono yang juga menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pengadaan bansos dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso

"Saya hanya ingin memastikan proses pembayaran, bagaimana surat pemesanan dan proses lainnya dan dijelaskan oleh pak Adi dan pak Joko bahwa pembayarannya 'by progress' artinya begitu ada tanda terima (bansos) baru barang bisa dibayar," ungkap Ivo.

Akhirnya PT Anomali memesan barang-barang bansos ke PT Dwimukti.

"PT Anomali buka PO (purchase order) ke kami, kami beli dari pabrik, ada minyak goreng, biskuit, sarden, dan lainnya, semua lengkap ada perjanjian tertulisnya juga," tambah Ivo.

Jaksa KPK lalu membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ivo Nomor 15 yang menunjukkan bahwa PT Dwimukti Graha Elektrindo menyuplai sembako untuk PT Anomali Lumbung Artha dalam bansos sembako penanganan COVID-19 mulai tahap 3, 5, 6, dan 7, dengan rincian:
1. Tahap 3 sebesar 550 ribu paket dengan nilai Rp300 ribu/paket
2. Tahap 5 sebesar 300 ribu paket dengan nilai Rp300 ribu/paket
3. Tahap 6 sebesar 350 ribu paket dengan nilai Rp270 ribu/paket
4. Tahap 7 sebesar 306.900 paket dengan nilai Rp270 ribu/paket sehingga totalnya mencapai 1.506.900 paket.

Perusahaan lain yang juga membeli sembako ke PT Dwimukti adalah PT Junatama Foodia dan PT Famindo.

"Direktur PT Junatama namanya Andi Fauzan bicara ke saya katanya mau ikut bansos. Dia dengar dari media kebetulan kita suplai untuk PT Anomali dan Andi tanya bisa suplai juga tidak, lalu saya sampaikan ya bisa saja kalau dapat surat pembelian dari Kemensos ya sama saja akhirnya dia bisa dapat SPPPBJ (Surat Penunjukan. Penyedia Penunjukan Penyedia Barang Jasa)," ungkap Ivo.

PT Junatama mengerjakan bansos untuk tahap 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 yang masing-masing 200 ribu paket dengan nilai per paket Rp300 ribu

Sedangkan PT Famindo mengerjakan paket tahap 8, 9, 10, 11, dan 12 dan PT Tara Optima Prima Gro untuk tahap 12 dengan kuota 2 x 250 ribu paket.

"Selain PT Famindo 250 ribu paket, PT Junatama Foodia Grasindo 250 ribu paket, PT Integra Padma Mandiri 250 ribu, dan PT Cita Mitra Arta 250 ribu juga adalah perusahaan-perusahaan yang ambil PO di saudara?" tanya jaksa KPK M Nur Azis.

"Dua pertama itu benar, kalau yang lain saya harus cek lagi," jawab Ivo.

"Kenapa PT Dwimukti malah tidak pernah memasukkan penawaran?" tanya jaksa.

"Karena ini bukan bidang kami, kami juga tidak pernah kerja dengan Kemensos dan Dwimukti sebenarnya untuk suplai grup kami sendiri karena kami punya hotel, kami sebenarnya hanya 'purchasing' dan tidak untuk tender di tempat lain," ungkap Ivo.

Atas setiap suplai paket sembako tersebut, PT Dwimukti, menurut Ivo, mendapat keuntungan Rp28.000-Rp30.000 per paket.

Terkait keluar masuk uang, Ivo mengatakan melaporkannya ke Herman Hery.

"Saya lapor penggunakan uang perusahaan setiap putaran, sudah beli sekian, penggunaan sekian tapi tidak terlalu detail. Beliau (Herman Hery) juga hanya menyampaikan jangan sampai ada keterlambatan karena mengakitabkan anomali tidak bisa membayar ke Dwimukti," kata Ivo.

Kepemilikan Perusahaan
Di PT Dwimukti Graha Elektrindo yang disebut milik Herman Hery, Ivo Wongkaren adalah anak buahnya. Ivo menjelaskan komposisi kepemilikan saham perusahaan penyuplai barang bansos sembako itu dalam sidang di Pengadilan Tipikor kemarin.

"Apa pemilik PT Dwimukti adalah Herman Hery?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK M Nur Azis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin.

"Iya, beliau anggota DPR dari PDIP, ketua Komisi III," jawab Ivo.

"Sebagai pemilik?" tanya jaksa.

"Pemilik saham 100 persen, 'direct' dan 'indirect' Pak Herman Hery," jawab Ivo.

"Tahu dari mana pemilik 100 persen saham?" tanya ketua majelis hakim Muhammad Damis.

"Dari anggaran dasar perusahaan, saya pernah baca," jawab Ivo.

"Di dalam anggaran dasar disebut kepemilikan saham tunggal?" tanya hakim Damis

"Direct dan indirect, ada atas nama istrinya, ada atas nama anaknya," jawab Ivo.

"Berarti bukan dia sendiri, tidak logis kalau perusahaan terbatas pemegang saham hanya 1, menurut UU Perseroan Terbatas pemegang saham minimal 2," tambah hakim Damis.

"Kalau Vonny Kristiani siapa?" tanya jaksa.

"Istri beliau," jawab Ivo.

"Floreta Tanne?" tanya jaksa.

"Masih saudara beliau," jawab Ivo.

"Stevano Rizki?" tanya jaksa.

"Anak beliau," jawab Ivo.

Ivo sendiri mengaku tidak menduduki jabatan pengurus saat pelaksanaan bansos dilakukan pada April-November 2020.

"Saya tidak menjadi pengurus di PT Dwimukti saat bansos, tapi saya direktur di salah satu perusahaan beliau. Saya yang bawa usulan ini ke PT Dwimukti grup untuk membiayai PT Anomali," ungkap Ivo.

PT Anomali Lumbung Artha diketahui mengerjakan tahap 3, 5, 6 dan 7 dengan total 1.506.900 paket. Terkait keluar masuk uang, Ivo mengatakan melaporkannya ke Herman Hery.

"Saya lapor penggunaan uang perusahaan setiap putaran, sudah beli sekian, penggunaan sekian tapi tidak terlalu detail. Beliau (Herman Hery) juga hanya menyampaikan jangan sampai ada keterlambatan karena mengakibatkan Anomali tidak bisa membayar ke Dwimukti," kata Ivo.

Ivo pun mengaku sudah kenal dengan Juliari Batubara sejak 10-15 tahun lalu.

"Kenal ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI), saya di bawah asosiasi motor, gocar," ungkap Ivo.

Dalam sidang sebelumnya disebutkan bahwa untuk pengadaan 1,9 juta paket bansos sembako COVID-19 tahap 7-12 yaitu 1 juta paket dimiliki oleh Ketua Komisi III DPR dari fraksi PDI-Perjuangan Herman Hery, sebesar 400 ribu paket dimiliki mantan Wakil Ketua Komisi VIII Ihsan Yunus, 200 ribu paket dimiliki Juliari Batubara dan 300 ribu dikoordinasikan oleh Kabiro Umum Kemensos Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmet (PPK) bansos COVID-19 dengan istilah Bina Lingkungan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya