Hari Purbakala: Menelisik Lukisan Tertua Dunia yang Ada di Indonesia
- bbc
Kajian terbaru dari Tim peneliti arkeolog dari Australia dan Indonesia serta ahli konservasi menunjukkan perubahan iklim menjadi ancaman terbesar terhadap kerusakan lukisan purba di Maros-Pangkep.
Penelitian yang dipublikasi dalam scientific reports di jurnal Nature, menyebutkan kajian dilakukan terhadap 11 situs Maros-Pangkep dengan lukisan purba yang diperkirakan berusia hingga 45.000 tahun.
Menurut penelitian ini, tingkat kristalisasi garam, kenaikan suhu udara global 1,5-2°C, aktivitas pertambangan semen dan marmer serta cuaca ekstrem memiliki pengaruh besar terhadap warisan budaya ini.
"Analisis kami menunjukkan bahwa haloklasti [kristalisasi garam] bukan hanya melemahkan permukaan gua secara kimiawi, tapi pertumbuhan kristal garam di balik seni cadas purba menyebabkan pengelupasan dinding - lenyap di depan mata kita," kata ketua tim peneliti, Jillian Huntley dari Griffith Centre for Social and Cultural Research, Kamis (13/05).
Sementara itu, Basran Burhan yang ikut terlibat dalam penelitian dampak perubahan iklim terhadap lukisan purba ini, menjelaskan lukisan-lukisan purba mulai pudar dan terkelupas karena "pengelupasan secara alamiah".
"Itu tak bisa dihindari, karena proses alami batuan, memang sifatnya, akan lapuk seiring waktu," kata Burhan.
Namun, proses pelapukan ini akan dipercepat dengan perubahan iklim, termasuk keasaman air hujan yang berubah.
"Bisa juga karena terbilas oleh air hujan, karena semakin tinggi tingkat keasaman air hujan, itu mempercepat proses pelapukan. Akhirnya, gambar-gambar cadas tadi ikut terkelupas," kata Burhan.
Perubahan iklim bukan hanya mengancam masa depan manusia, tapi juga peninggalan bersejarah di Indonesia.
Sejarawan Asep Kambali yang tak terlibat dalam eksplorasi gua Maros-Pangkep, mengatakan vandalisme dan perubahan iklim bukan ancaman baru bagi situs-situs bersejarah. Persoalannya, kata dia, percepatan kerusakan situs bersejarah selama ini karena minimnya kolaborasi antar instansi.
"Ini nggak bisa sendirian, BPCB nggak akan mampu. Ada perusahaan yang mau support, minimal bikin pagar. Ini kan bisa. Situs sejarah labelisasi. CSR, bisa gitu. Yang mengerjakan komunitas. BPCP jadi jembatan. Konsep kolaborasi ini yang belum terjalin," kata Asep.
Menurut Asep, perubahan iklim saat ini hanya bisa dilawan secara perlahan, tapi dampaknya nyata terhadap lukisan purba. Ia mencontohkan Gua Chauvet di Prancis yang juga mulai terkelupas karena iklim.
Oleh karena itu, pendiri komunitas Historia Indonesia ini menekankan agar pihak terkait sebanyak-banyaknya melakukan dokumentasi, interpretasi dan historiografi dari temuan-temuan di gua-gua purbakala Maros-Pangkep.