Hari Purbakala: Menelisik Lukisan Tertua Dunia yang Ada di Indonesia
- bbc
Bukti manusia nusantara memiliki pendahulu yang cerdas
Pada 2014 dan 2018, berbagai penelitian lukisan purba - termasuk kajian arkeolog dari Griffith University, Adam Brumm - telah mengguncangkan dunia arkeologi. Brumm melaporkan gua di Sulawesi dan Kalimantan menyimpan karya seni berusia lebih dari 40.000 tahun.
Temuan-temuan ini usianya lebih tua dari penelitian sebelumnya yang pernah tersohor di kawasan Eropa, termasuk patung manusia berkepala singa di Jerman.
Sejauh ini, temuan ini masih samar-samar mengidentifikasi nenek moyang orang-orang Indonesia, tapi Lembaga Eijkman menelusuri jejak leluhur yang didominasi gen Sapiens dari Asia Timur yang kemudian kawin mawin selama ribuan tahun.
Hal ini pun tak lepas dari migrasi Sapiens pertama kali yang diperkirakan 200.000-70.000 tahun lalu dari Afrika ke seluruh dunia.
Arkeolog dari Balai Arkeolog Sulawesi Selatan, Budianto Hakim menilai temuan-temuan terbaru dari kawasan Karst Maros-Pangkep membuktikan "manusia Nusantara" adalah keturunan dari nenek moyang yang cerdas.
"Saya sebagai peneliti berharap, lukisan ini, temuan ini tentu saja memiliki makna, bahwa leluhur kamu adalah leluhur yang pandai. Leluhur yang cerdas. Di negara mana pun belum ada yang membuat lukisan seperti yang ada di Nusantara ini. Tentu saja patut menjadi kebanggaan," kata Budianto.
Ancaman tangan manusia dan perubahan iklim
Dari ratusan gua yang menyimpan lukisan purba di kawasan Karst Maros-Pangkep terdapat coretan-coretan tangan usil, berupa nama atau gambar-gambar lainnya. Coretan pada dinding gua ini menggunakan spidol atau bahan lain, seperti goresan batu.
Salah satu yang ditemui BBC News Indonesia, aksi vandalisme ini terjadi di Leang Bulu Sipong 4. Saat masuk ke dalam mulut gua, terdapat sejumlah coretan tangan manusia.
Arkeolog dari BPCB Sulsel, Rustan Lebe tak menampik persoalan ini. "Dalam dua dekade lalu, itu sangat umum kita temui," kata Rustan.
Bukan hanya itu, BPCB juga menemukan pemanfaatan gua oleh masyarakat sekitar sebagai tempat sementara penampungan ternak termasuk alat-alat pertanian.
Namun, ia mengklaim aksi vandalisme maupun peruntukan gua untuk aktivitas masyarakat mulai berkurang saat ini. BPCB Sulsel mulai melibatkan masyarakat untuk menjaga gua-gua yang pernah ditempati oleh Homo Sapiens.
Kepala BPCB Sulsel, Laode M. Aksa, mengatakan sejauh ini pihaknya terus berkampanye mengenai pentingnya nilai sejarah di kawasan Karst Maros-Pangkep, termasuk melibatkan warga untuk menjaga gua-gua.
"Kita menempatkan petugas-petugas pengamanan untuk melindungi budaya yang ada di karst Maros-Pangkep ini," kata Laode M. Aksa kepada BBC News Indonesia.