Hari Purbakala: Menelisik Lukisan Tertua Dunia yang Ada di Indonesia
- bbc
BBC News Indonesia menjelajahi tiga dari ratusan gua di Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, tempat lukisan cadas tertua di dunia ditemukan. Peneliti mengatakan akan banyak kejutan baru mengenai asal-usul manusia modern dari temuan di gua-gua purbakala ini.
Sulawesi diyakini sebagai salah satu wilayah kunci bagi kehidupan awal manusia modern (Homo sapiens).
Di kawasan karst terbesar kedua dunia di Kabupaten Maros-Pangkajene Kepulauan (Maros-Pangkep), Selawesi Selatan, tersebar 296 gua yang di dalamnya terdapat lukisan berusia ribuan tahun.
Beberapa di antara lukisan-lukisan itu telah diteliti sebagai gambar hewan tertua di dunia - juga diyakini menunjukkan tingkat kecerdasan pembuatnya, termasuk kandungan nilai spiritualitas.
Seorang peneliti mengatakan, temuan terbaru ini telah mengguncang jagat arkeolog tentang awal kemunculan "Ledakan Kognitif" manusia modern di Asia.
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulawesi Selatan meyakini akan muncul kejutan-kejutan lain dari penelitian yang terus dilakukan, karena sejauh ini baru 3,5?ri seluruh gua purba di wilayah tersebut yang terungkap.
Namun, penelitian terbaru menunjukkan keberadaan lukisan purba ini mengalami percepatan kerusakan karena dampak perubahan iklim.
Leang Tedongnge di Kabupaten Pangkajene Kepulauan menyimpan lukisan manusia modern pertama yang diyakini tertua di dunia. Lukisan purba ini berupa adegan tiga babi sulawesi (Sus celebensis). Usianya ditaksir lebih dari 45.500 tahun yang lalu.
Temuan terbaru, satu dari ratusan gua di kawasan perbukitan Karst Maros-Pangkep, ini telah dipublikasi dalam jurnal Science Advance Januari lalu.
Leang Tedongnge lokasinya tersembunyi di Pangkajene Kepulauan, jauh dari jangkauan masyarakat umum. Berada di tempat yang dirahasiakan, untuk menghindari kerumunan yang dapat menyebabkan lukisan di bebatuan cadas ini rusak.
Namun, BBC News Indonesia telah mendapat izin dari BPCB setempat untuk memasukinya.
Perjalanan menuju Leang Tedongnge dimulai dari sebuah desa di pinggiran Kabupaten Maros. Dari situ, kami harus berjalan kaki melewati perkampungan warga, menapakkan kaki pada lumpur di pinggiran persawahan.
Di tengah perjalanan, kami berjumpa dengan gerombolan sapi berkalung lonceng yang sedang digiring petani. Suara loncengnya berdentang menjadi penanda, bahwa kami segera memasuki jalan setapak menuju perbukitan karst yang mencakar-cakar langit.
Berbeda dengan bukit pada umumnya, bukit karst ini menyediakan jalan setapak dengan batu-batu cadas dan tajam. Besarnya beragam, mulai dari kepalan tangan sampai sebesar sapi. Meskipun terlihat keras, tapi bebatuan ini rapuh dan mudah menggelinding ke bawah.
Jalan menanjak 45-60 derajat dengan beban tas punggung belasan kilogram, membuat kami harus berhati-hati dalam melangkah. Mati rasa pada bagian betis dan pangkal paha adalah keniscayaan, meskipun harga perjalanan ini terbayar dengan keindahan bunga-bunga yang tumbuh di antara bebatuan karst.
Bentang alam karst di Maros-Pangkep, Sulawesi, diyakini sebagai kedua terbesar di dunia setelah karst di China. Saat ini sedang diusulkan menjadi situs warisan budaya dunia (world heritage) ke UNESCO. Luas perbukitan karst di Maros-Pangkep mencapai 46.200 hektar.
Koresponden Sains BBC News, Jonathan Amos mengatakan Sulawesi salah satu wilayah utama. Wilayah ini memiliki ragam hewan dan tumbuhan yang unik.
Dalam The Malay Archipelago (1869), naturalis Alfred Russel Wallace mengatakan Sulawesi sebagai "[pulau yang] dalam banyak hal paling luar biasa dan penting dari seluruh wilayah, atau mungkin di dunia, karena tak ada pulau lain yang kelihatannya menghadirkan begitu banyak teka-teki untuk dipecahkan."