Lapor ke Jokowi, Prabowo: Ada Oknum Mau Mark Up Belanja Alutsista
- Youtube: Deddy Corbuzier
VIVA – Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, tidak memungkiri pengadaan alutsista tidak bersih-bersih amat. Untuk hal itu, kata Prabowo, dirinya datang untuk membenahi.
Pembelian senjata ataupun alat tempur pendukung lainnya kini dicoba supaya dinegoisasikan langsung ke produsen asal.
"Itu yang saya bilang tertibkan, kita mau minimalkan caranya bagaimana ya kita susun sebuah sistem, sistemnya seperti apa. Jadi sekarang saya banyak yang saya lakukan, saya negosiasi langsung dengan produsen sehingga saya ingin tahu harga yang sebenarnya itu berapa sih?" ujar Prabowo saat wawancara di podcast Deddy Corbuzier, Minggu 13 Juni 2021.
Kata Prabowo, menertibkan pembelanjaan alutsista juga atas instruksi Presiden Jokowi. Ketika dilantik, tak lama Presiden memanggil dirinya untuk menyiapkan masterplan pembelanjaan alutsista hingga 25 tahun ke depan.
Jadi pembelian, tidak lagi diecer setiap tahunnya. Perlu ada rencana jangka panjang, tegas Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
Dalam satu kesempatan lain pula, dirinya juga sempat melaporkan kepada Presiden terkait adanya penggelembungan harga atau markup pembelian alutsista.
"Kalau sudah gila-gilaan barang katakanlah X harganya kemudian markup-nya sampai 600 persen, bener tidak? Maaf, mungkin banyak orang yang tidak suka sama saya, saya tidak mau tanda tangan, saya tidak akan loloskan, saya tidak mau," kata Prabowo.
"Saya lapor ke Presiden. Saya tidak mau Pak, berarti itu kan tanggung jawab saya kepada Bapak Presiden, rakyat, kepada sejarah benar nggak? Takut saya, saya takut dikutuk oleh generasi yang akan (datang)," sambungnya.
Terkait hal ini juga, Prabowo juga bilang dalam waktu dekat setiap pembelian senjata di Kementerian Pertahanan, pihaknya pun akan menggandeng Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Badan Pengawasan Keuangan. Artinya sebelum kontrak diteken atau dibeli, sudah ada peninjauan atau pengawasan terlebih dulu setidaknya dari ketiga instansi tersebut.
Ia juga menegaskan, bahwa potensi markup bukan hanya terjadi di Kementerian Pertahanan saja sebetulnya.
"Saya rencananya dan sudah coba sekarang ini akan mengundang Kejaksaan, BPKP dan BPK sebelum kontrak itu efektif," ujarnya.