Tolak PPN Pendidikan, PP Muhammadiyah: Bertentangan dengan UUD 45

Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nasir.
Sumber :
  • VIVA/Cahyo Edi

VIVA – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tegas menolak dan keberatan atas rencana pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bidang pendidikan sebagaimana draf RUU Revisi UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

PPN 12% Membebani? Ini Alasan Mengapa Frugal Living Bisa Guncang Ekonomi RI

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, menegaskan bahwa instrumen itu bertentangan dengan amanat konstitusi UUD 1945.

“Rencana penerapan PPN bidang pendidikan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan jiwa konstitusi UUD 1945,” kata Haedar Nasir kepada awak media, Sabtu, 12 Juni 2021.

Mengenal Pajak Nordik yang Viral di X, Apakah Bisa Diterapkan di Indonesia?

Baca juga: Cedera Parah, 3 Calon TKW yang Kabur dari PT CKS Harus Dioperasi

Haedar lebih jauh mengungkapkan, UUD 1945 Pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan jelas sekali mengandung perintah soal hak warga negara atas pendidikan.

Daftar Tarif PPN Negara di ASEAN, Indonesia Jadi Salah Satu yang Tertinggi

Poinnya adalah, pertama, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Kedua, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Kemudian ketiga, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Keempat, negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Dan Kelima, kata Haedar, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

”Maka, pemerintah, termasuk Kemenkeu, dan DPR mestinya mendukung dan memberi kemudahan bagi organisasi kemasyarakatan yang menyelenggarakan pendidikan secara sukarela dan berdasarkan semangat pengabdian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Haedar.

Haedar menambahkan, pemerintah dan DPR semestinya tidak memberatkan organisasi kemasyarakatan penggerak pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat dengan perpajakan yang nantinya akan mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil.

Bahkan, kata dia, pendidikan swasta sebenarnya ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata.

“Semestinya pemerintah lah yang berkewajiban penuh menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan bagi seluruh rakyat sebagaimana perintah konstitusi. Ini yang berarti, jika tidak menunaikannya secara optimal sama dengan mengabaikan konstitusi,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya