Rizal Ramli Minta Jokowi Dukung Penghapusan Ambang Batas Presiden

Tokoh nasional, Rizal Ramli.
Sumber :
  • Istimewa.

VIVA - Tokoh nasional, Rizal Ramli (RR), menyatakan demokrasi kriminal dengan wujud presidential treshold atau ambang batas presiden telah merusak sendi-sendi demokrasi. Karena, menurutnya, hal itu hanya melahirkan oligarki yang tentunya tidak setia kepada rakyat dan kepada tujuan kemerdekaan.

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni Sowan ke Jokowi: Beliau Kiai, Saya Santri

Rizal pun mengajak semua pihak untuk mengubah agar demokrasi menjadi bersih dan amanah. Sehingga, demokrasi akan bekerja untuk keadilan dan kemakmuran rakyat, bukan untuk bandar dan oligarki.

"Baru tahun 2021, Jokowi sudah ditinggalkan oleh rakyat dan partai-partai, padahal masih 3 tahun lagi 2024. Pasca Presiden, Jokowi akan power less tidak ada kekuasaan, almost nobody," kata Rizal di Jakarta, Minggu, 6 Juni 2021.

Kata Jokowi soal Pelarangan Pameran Lukisan Yos Suparto

Rizal memberikan saran kepada Jokowi agar tetap memiliki pengaruh pasca menjadi presiden nantinya. Sarannya adalah Jokowi harus mendukung penghapusan presidential threshold menjadi 0 persen.

"Hanya dengan cara itu, Jokowi punya pengaruh pasca jadi presiden. Tinggal pilih, apakah Jokowi ingin punya arti atau ingin tidak berarti?" kata Rizal.

Jokowi Kagum Lihat Produk Alpukat dan Gula Aren saat Kunjungi Desa Peron

Baca juga: Rizal Ramli: Kunci Indonesia Jaya, Laksanakan Ekonomi UUD 1945

Rizal mengaku miris dengan kemunduran demokrasi di Indonesia. Bahkan, fakta itu juga terungkap dalam laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) mengenai Indeks Demokrasi 2020, yang mencatat bahwa Indeks Demokrasi di Indonesia turun dari skor 6,48 di tahun 2019 menjadi 6,3 di tahun 2020 silam.

Angka itu merupakan yang terendah selama 14 tahun terakhir. Bahkan, skor tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-64 dari 167 negara dunia.

Menurut Rizal, ProDEM bersama para aktivis lainnya sudah berjuang melawan dan berkorban untuk menghapuskan sistem otoriter dan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Kita berhasil mengubah sistem otoriter menjadi demokratis dan KKN dikurangi. Tapi kemenangan itu hanya sementara. Karena anasir-anasir otoriter dan KKN kembali merebut kekuasaan, membalikkan tonggak-tonggak kemenangan yang kita bangun. Kembali pada sistem otoriter, sehingga indeks demokrasi Indonesia anjlok 30 poin," kata Rizal.

Mantan Anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu mengingatkan bahwa dalam waktu 3 tahun ke depan sampai 2024, krisis akan semakin dalam. Tentunya, rekayasa adu domba untuk menutupi hal itu akan semakin luar biasa. Hal itulah yang membuat demokrasi Indonesia akan semakin hancur.

"Setiap ada masalah di Indonesia, solusi mereka cuma satu, radikal radikul. Kok bisa nyelesain masalah dengan slogan bahwa semua masalah di Indonesia radikal radikul? Padahal masalah utama kita adalah, korupsi yang luar biasa. Tidak adanya konsistensi antara niat pemimpin, kata-kata pemimpin dan tindakan," tutur Rizal.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya