Data 279 Juta Peserta BPJS Bocor, Waspada Sindikat Produk Farmasi
- satu jam lebih dekat-tvOne
VIVA – Sebanyak 279 juta data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bocor sehingga menjadi sorotan karena diduga ada keterlibatan orang dalam dan antisipasi pada tindak kejahatan sindikat di tengah gencarnya vaksinasi COVID-19.
Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan menjelaskan, adanya pengakuan dari manajemen BPJS Kesehatan atas peretasan itu menjadi sorotan dan harus dikawal. Sebab, BPJS yang ikut dalam penanganan data pasien COVID-19 harus diwaspadai.
"Di masa pandemi, BPJS Kesehatan pasti menyimpan data pasien COVID-19. Sangat mungkin, data yang dicuri itu berkaitan dengan vaksin atau sindikat obat-obatan," ujar Farhan dalam keterangan persnya, Rabu, 26 Mei 2021.
Menurut politikus Partai Nasdem itu, data ratusan juta warga negara bocor hingga dapat diperjualbelikan menjadi sanksi. Dia menekankan, kompetensi IT harus dievaluasi karena data warga negara merupakan sektor strategis.
Langkah manajemen BPJS Kesehatan bekerja sama dengan aparat penegak hukum patut didukung. Namun, Farhan menilai ada tantangan mengungkap kasus itu. "Sulitnya, adalah membuktikan pembocoran data tersebut merugikan peserta secara langsung, langkah hukum BPJS [Kesehatan] melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri perlu dikawal hingga tuntas," katanya.
"Konsekuensi hukumnya memang bisa melalui UU ITE, tapi harus melibatkan delik pelaporan dari pemilik data pribadi (WNI) yang merasa dirugikan. Sanksi paling berat adalah pencabutan izin Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) BPJS Kesehatan oleh Kemenkominfo. Tapi kalau ini diterapkan maka BPJS Kesehatan tidak dapat memberikan layanan jaminan kesehatan kepada masyarakat," ujarnya.
Farhan menegaskan, kasus bocornya data peserta menjadi momentum untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. "Saya desak agar deadlock RUU PDP segera disahkan; data kesehatan WNI sangat penting dan rahasia, harus dijaga dengan ekstra ketat, tidak boleh bocor sekecil apa pun.”
Manajemen BPJS Kesehatan sebelumnya mengakui kemungkinan peretasan yang membuat data 279 juta penduduk di Indonesia bocor dan dijual di dunia maya. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron mengatakan peretasan masih bisa ditembus meskipun sistem keamanan yang digunakan diklaim telah sesuai standar dan berlapis.
"Walaupun BJPS Kesehatan telah menerapkan sistem keamanan sesuai standar yang berlaku, masih dimungkinkan terjadinya peretasan, mengingat sangat dinamisnya dunia peretasan," ujar Ali dalam konferensi pers, Selasa.