Staf Presiden Minta Polemik Tes Kebangsaan Pegawai KPK Disudahi

Gedung KPK
Sumber :
  • KPK.go.id

VIVA – Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP), Ade Irfan Pulungan, meminta semua pihak menyudahi polemik pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN. Menurut Irfan, asesmen TWK merupakan seleksi untuk memastikan SDM yang bekerja di KPK satu tujuan dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sambangi KPK, Dr Tirta Diminta Lakukan Ini

Dia juga meyakini pelaksanaan tes itu dijalankan dengan prosedur yang sudah disepakati dalam organisasi KPK.

"Kita serahkan semua ke internal KPK untuk melakukan pembinaan bagi para pegawai mereka, sebenarnya itu lebih bagus. Kita tidak usah lagi membuka polemik itu. Masalah tes-tes seperti itu, kan, sudah terkomunikasikan di internal," kata Ade saat dihubungi, Rabu, 26 Mei 2021.

Harusnya Bertugas Perangi Judi Online, Pegawai Komdigi Justru Jadi Bandar dan Cegah Situs-situs agar Tak Terblokir

Menurut Irfan, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan pendapatnya bahwa hasil TWK harus menjadi bahan evaluasi bagi KPK. Di samping itu, dia mendorong KPK juga berbenah dengan menyiapkan SDM yang berkualitas, berintegritas dan profesional.

"Yang penting semuanya melakukan pembinaan dalam satu frame yang sama, yang tujuannya untuk kinerja yang lebih baik. Yang itu diharapkan oleh negara dalam upaya pemberantasan korupsi," sambung Irfan.

Bandar Judol Keris 123 Dicokok, Begini Perannya dengan Pegawai Komdigi

Dia menyadari pro-kontra mengenai kebijakan itu. Seharusnya jika dipahami secara utuh, lembaga negara seperti KPK itu pasti memiliki alasan khusus dalam memilih siapa yang pantas direkrut sebagai ASN. Karena alih status menjadi ASN merupakan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Apalagi terjadi kecemburuan jika terlihat intervensi gara-gara tidak lulus TWK kemudian diluluskan, ementara yang lulus menjadi tidak mendapat perhatian.

"Yang penting bagaimana caranya teman-teman penyidik atau mereka yang bertugas di KPK punya tujuan dan frame yang sama untuk negara dan bangsa ini dalam memberantas korupsi. Bukan untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu," kata dia.

"Jadi kalau diintervensi, dicampuri, nanti yang lulus mengatakan, kami, kan, sudah lulus, sudah belajar, kok disamakan. Kok, yang tidak lulus ada semacam pembelaan. Kan bisa menjadi tidak adil—susah lagi. Yang penting semua harus berjiwa besar, harus melihatnya untuk kepentingan bersama, semua harus menerima keputusan," lanjut Irfan. 

Sebanyak 51 dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus TWK proses alih status ASN akan diberhentikan. Sementara 24 orang pegawai KPK lainnya masih diberikan kesempatan untuk mengikuti TWK ulang dan pelatihan bela negara.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) membeberkan alasannya mengenai 51 pegawai yang diberhentikan. "Pertama adalah klaster atau aspek dari pribadi yang bersangkutan," kata Ketua BKN Bima Haria Wibisana dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa, 25 Mei 2021.

Klaster kedua, kata Bima, aspek dipengaruhi maupun memengaruhi. Kemudian klaster ketiga adalah aspek Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan pemerintah yang sah.

Bima menjelaskan dari tiga klaster itu terdapat 22 indikator penilaian, yang terdiri dari aspek pribadi berisi 6 indikator, aspek pengaruh berisi 7 indikator, dan aspek Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah berisi 9 indikator.

Bima mengatakan, para pegawai banyak yang gagal dalam indikator Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah. Dia menegaskan, dalam indikator itu para pegawai tidak boleh gagal sama sekali.

"Itu harga mati jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian dari aspek tersebut," ujarnya. Menurut Bima, indikator pribadi dan pengaruh negatif masih bisa dididik. Namun, indikator tentang Pancasila, UUD 45, NKRI, dan pemerintah yang sah diklaim tidak bisa diperbaiki jika gagal.

"Jadi itu alasan 51 orang tidak bisa diikutsertakan dalam diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," katanya.

Warga menentukan pilihannya dalam Pilkada. (ilustrasi)

Pengamat Ingatkan Pemerintah Harus Antisipasi Penyebaran Paham Khilafah saat Pilkada

Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan bahwa Pemerintah harus mengantisipasi penyebaran paham khilafah di tengah perhelatan Pilkada 2024.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024