Pengamat Kepolisian: Pelaku di Kasus Antigen Bekas Harus Dihukum Berat

Tempat Layanan Antigen di Bandara Kualanamu yang Digerebek Polisi
Sumber :
  • VIVA/ Putra Nasution

VIVA – Terungkapnya praktik curang tes COVID-19 menggunakan alat rapid test antigen bekas membuat masyarakat geram. Sebab, praktik curang ini dapat menimbulkan kerugian berupa korban jiwa hingga kerugian materi.

Fakta-fakta Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Pelaku Kabur Menggunakan Mobil Dinas

Pengamat Kepolisian Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto mengatakan, dalam peristiwa ini, aparat memang telah mengungkap secara terang ke publik. Namun menurutnya, ancaman hukuman yang diberikan dianggap belum memenuhi rasa keadilan, sebab pelaku hanya diancam hukuman maksimal 6 tahun penjara.

"Bahkan ada yang berpendapat seharusnya para pelakunya dikenakan sanksi hukuman sepuluh tahun penjara atau penjara seumur hidup karena akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan jiwa manusia dan berpotensi menularkan virus COVID-19 secara langsung," kata Sisno dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 16 Mei 2021.

MA Kabulkan PK Mardani Maming, Hukuman Dikorting Jadi 10 Tahun Penjara

Baca juga: Arus Balik, Pengendara di Tol Kalikangkung Ditest Antigen

Dia mengatakan, sesuai semangat ‘Polri Presisi’ yang harus dilakukan Polri adalah mengungkap jaringan pelaku sampai tuntas ke akar-akarnya. Jangan hanya pelaku tingkat pelaksana bawahnya saja tapi harus sampai pada pelaku utamanya, termasuk menelusuri aliran dana hasil kejahatannya melalui TPPU untuk menciptakan efek jera yang deteren.

Meutya Hafid Akui Kondisi Kantor Komdigi Mencekam saat Digeledah terkait Judi Online

Selain itu, menurut Sisno, perlu dijatuhkan vonis yang dapat menciptakan efek jera kepada para pelaku sesuai asas 'Salus populi suprema lex esto'. Yaitu keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi yang dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan berat ringannya vonis di pengadilan, berdasarkan niat para pelakunya terhadap akibat yang ditimbulkan bagi keselamatan jiwa para korbannya. 

"Menggunakan rapid tes antigen bekas dapat berakibat fatal bagi masyarakat, apalagi lingkup distribusinya yang sangat luas, sehingga pelakunya seharusnya mendapatkan hukuman yang maksimal. Dengan demikian tuntutan rasa keadilan bagi masyarakat akan dapat terpenuhi," ujarnya

Polri menurut Sisno, harus bertindak tegas dan keras terhadap para pelaku kejahatan berat tersebut yang telah melakukan pemalsuan peralatan tes antigen COVID-19. Agar dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa peran Polri sebagai penegak hukum yang berkeadilan, memberi rasa aman dan mengayomi masyarakat dapat diwujudkan.

Sisno menambahkan, dari aspek normatif penggunaan peralatan rapid test Antigen bekas yang dilakukan petugas Kimia Farma baik di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara maupun Bandara Soekarno Hatta dapat dikenakan Undang-undang kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun atau Undang-undang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang mengatur larangan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu dengan ancaman pidana 10 tahun. Sedangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur larangan bagi pelaku usaha memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan perundang- undangan dengan ancaman pidana 5 tahun.

"Pengenaan sanksi kumulatif yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum tersebut akan dapat memberikan sanksi yang setimpal bagi para pelakunya. Kini saatnya bagi aparat penegak hukum untuk mencegah agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di seluruh Indonesia," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya