Merawat Kebhinekaan di Tengah Gempuran Modernisasi dan Globalisasi

Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Uhamka, Ai Fatimah Nur Fuad
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Indonesia yang terdiri dari banyak pulau, dengan budaya yang beragam, bahasa, ras, suku, dan tradisi serta adat istiadat lokal yang juga berbeda-beda. Namun perbedaan itu bukanlah pemisah satu sama lain, melainkan justru pemersatu dan tetap menjadi satu kesatuan dalam rumah yang sama yaitu bangsa Indonesia.

PBB Dorong Anak Muda Kembangkan Bisnis Melalui Teknologi

Salah satu identitas Indonesia yang paling dominan dari dulu hingga sekarang adalah keragaman, atau kebhinekaan. Identitas tersebut tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, namun hasil dialog sejarah panjang dari generasi ke generasi, dan senantiasa eksis dari dahulu hingga sekarang ini

Hal ini disampaikan Ai Fatimah Nur Fuad, MA., Ph.D yang merupakan Dosen di Universitas Muhammadiyah Prof. Uhamka Jakarta, dalam diskusi yang bertajuk “Inspirasi Walisongo; Merawat Kebhinekaan” yang ditayangkan melalui kanal YouTube BKNP PDI-P pada Sabtu, 8 Mei 2021.

Modernisasi Jaringan Penjualan di Indonesia dengan Teknologi AI

"Bhineka unggal ika yang bermakna berbeda-beda tetapi tetap satu itu merupakan semboyan bangsa Indonesia saat ini, dan yang akan datang, juga sudah terbukti dimasa-masa sebelumnya," Jelas Ai Fatimah

Kehidupan manusia dengan asfek sosial yang berbeda perlu di kaji ulang. Untuk kembali di revitalisasi dan reorientasi sesuai petunjuk Al-Quran. Manusia mutlak memerlukan bimbingan dan petunjuk,  dan petunjuk itu telah turun berada di tengah-tengah kita saat ini, yaitu Al-Quranul karim.

Jalin Sinergi dengan Pemerintah Daerah, Bea Cukai Dukung Digitalisasi dan Globalisasi UMKM

Berdasarkan petunjuk Al-Quran  pluralisme  (keragaman) sangat penting artinya terutama dalam semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Keragaman merupakan potensi strategis untuk mewujudkan pembangunan dan sekaligus sebagai rahmad Allah swt. Keragaman merupakan kekuatan atau energi untuk membangun kebersamaan.

"Dalam Al-Qur'an juga disebutkan, bahwa perbedaan bangsa, budaya dan seterusnya, itu sebetulnya merupakan jalan untuk bagaimana kita bisa mengenali satu sama lain, lalu kemudian menghormati, saling menghargai, lalu akan tumbuh potensi-potensi terbaik dalam menghargani kebhinekaan dan kebersamaan dalam berbangsa," lanjut Ai Fatimah

Prinsip yang diajarkan Al-Quran sangat jelas bagi kita bahwa keragaman (plural) merupakan sunnatullah dan anugerah Yang Maha Kuasa. Pluralisme masyarakat adalah salah satu ciri utama dari masyarakat multikultural  seperti Indonesia.

Ayat Qu'an juga banyak mengandung pesan-pesan bahwa kita harus berlaku adil di atas segala perbedaan yang ada, baik sebagai warga masyarakat yang memang berada di Indonesia yang plural ini, atau sebagai seorang hamba Tuhan.  Kemudian Ai mengutif ayat Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan,” jelas Ai Fatimah

Dari ayat Al-Qur’an ini kita sebagai manusia tidak boleh memandang orang lain dengan sebelah mata hanya karena adanya perbedaan suku, perbedaan agama, atau adat istiadat. Dalam berinteraksi satu sama lain harus tetap mengedepankan rasa keadilan yang merupakan petunjuk bagi kehidupan umat manusia dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Perbedaan diantara sesama manusia jangan lantas menjadikan sebuah jurang yang menganga antara satu dengan lainnya, justeru ini sebuah anugerah yang patut di syukuri dan harus senantiasa di rawat betul. Meskipun ditengah keragaman ini banyak efek negatif dari poros globalisasi dan modernitas  yang merambah tidak hanya pada jalan kehidupan pribadi tetapi juga jalan kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana dimensi kehidupan manusia tengah mengalami tirani modernisasi

Kondisi seperti ini sangat dimungkinkan  agar aspek pemahaman pluralitas harus mampu menjadi filter terhadap bahaya modernisasi secara fungsional dan professional yang menggerus nilai-nilai kebersamaan.

“Perbedaan masyarakat kita baik nasional maupun global, harus tetap bisa mempertahankan dan memupuk pemahaman kebhinekaan kita sesuai dengan tuntunan dan anjuran Al-Qur’an di tengah globalisasi seperti sekarang ini, pungkas Ai Fatimah.

Program Ngabuburit BKNP PDIP dengan tema besar ‘Mata Air Kearifan Walisongo’ hadir setiap hari pada bulan Ramadhan pukul 17.00 WIB. Sementara sebelum sahur, ditampilkan program sejenis juga. Semuanya dapat diikuti melalui kanal YouTube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.

Baca juga: Heboh Jokowi Promosikan Bipang, Jubir: Bukan Babi Panggang

Foto sampul buku Demokrasi dan Tatanan Global

Demokrasi dalam Arus Globalisasi: Negara Modern hingga Pemerintahan Kosmopolitan

The Economist menggambarkan situasi kegentingan demokrasi berlangsung secara sistemik di berbagai belahan dunia. Indonesia dikategorikan sebagai 'demokrasi yang cacat'.

img_title
VIVA.co.id
27 November 2024