Debat Panas, Fadli Zon ke Kapitra: Saya Tanya, Anda Lawyer?

Debat Fadli Zon dengan Kapitra Ampera dalam acara Dua Sisi tvOne
Sumber :
  • Youtube tvOne

VIVA – Penangkapan eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman terkait kasus dugaan terorisme menuai pro dan kontra. Suara yang kontra mempertanyakan proses hukum terhadap Munarman termasuk saat penangkapannya yang dinilai melanggar hak asasi manusia atau HAM.

Intip Kesiapan Edy Rahmayadi Jelang Debat Kedua Pilgub Sumut Lawan Bobby Nasution

Hal ini jadi pembahasan program acara diskusi Dua Sisi tvOne dengan tema 'Munarman: Dibaiat ISIS, Dianggap Teroris'. Salah satu sesi tersebut terjadi adu argumen sengit antara Anggota DPR Fraksi Gerindra Fadli Zon dengan politikus PDIP sekaligus advokat Kapitra Ampera.

Awal perdebatan dimulai saat Fadli Zon menyampaikan pandangannya. Menurut dia, jangan gampang melakukan labeling terorisme terhadap seseorang. Dia tak percaya tuduhan Munarman terlibat dalam terorisme.

Momen Luluk Sindir Khofifah yang Pamer Penghargaan di Debat Kedua Pilgub Jatim

Pun, ia mempertanyakan kasus yang menjerat Munarman baru muncul sekarang. Fadli dalam kesempatan itu punya rujukan buku soal terorisme karya jurnalis investigasi Amerika Serikat, Trevor Aaronson berjudul The Terror Factory: Inside the FBI's Manufactured War on Terrorism.

Dia menjelaskan dalam buku itu ada keterlibatan Federal Bureau of Investigation (FBI) dalam isu terorisme. Buku itu salah satunya terkait 508 terdakwa terorisme sejak kasus serangan di gedung World Trade Centre (WTC) di New York dan Pentagon Washington DC pada 11 September 2001

Khofifah Pamer 738 Penghargaan di Debat Pilgub Jatim Kedua, Luluk Tanggapi Begini

"Dari 508 terdakwa tuduhan terorisme ketika peristiwa 911, 243 itu target dari informan FBI, itu bikinan FBI sendiri sebenarnya. Didesain, dibikin, duitnya pun dari dia. Plotnya dari mereka, yang nangkap juga mereka," ujar Fadli dikutip VIVA pada Jumat, 30 April 2021.

Dia mengingatkan dengan literasi tersebut maka jangan sampai ada ulah oknum yang sengaja melakukan label terorisme terhadap pihak tertentu. Apalagi, label itu bukan untuk kepentingan penegakan hukum. "Ini berbahaya," ujar Fadli.

Fadli pun mengaitkan dengan kasus yang menjerat Munarman. Ia yakin figur Munarman tidak seperti yang dituduhkan aparat kepolisian. Begitupun menurutnya dengan orang lain yang mengenal Munarman.

"Itu nggak mungkin percaya bahwa Murnaman itu seorang teroris. Dan, kemudian diperlakukan seperti itu dengan mata ditutup," tutur Fadli.

Bagi Fadli, dengan prosedur penangkapan seperti mata ditutup terhadap Munarman adalah pelanggaran HAM. Ia menyindir adanya pernyataan mata ditutup adalah standar operasional prosedur atau SOP terhadap terduga pelaku terorisme.

Baca Juga: Panas, Ali Ngabalin Vs Mustofa Nahrawardaya soal Toa Masjid

Giliran Kapitra yang merespons Fadli. Menurut dia, jangan sampai bicara menyesatkan soal HAM.

"Dan, kita jangan melayang-layang di awan kalau tidak baca buku itu. Orang ditangkap itu pasti ada perampasan hak asasi karena kemerdekaannya," tutur Kapitra.

Fadli pun langsung memotong penjelasan Kapitra. "Begini bung, ini yang saya baca. Biar nggak ngalor ngidul," ujar Fadli.

Belum selesai Fadli ngomong, Kapitra langsung memotongnya.

"Iya biar nggak ngalor ngidul. Orang ditangkap pasti hak asasinya diambil, tadi pembatasan hak asasi di situ karena UU. UUD mengatakan hak asasi itu bisa dibatasi UU," kata Kapitra.

Fadli kemudian meminta Kapitra agar mendengarkan penjelasannya dan tak usah mengajaknya berdebat.

"Pasal 28 ayat 3, pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 harus menjunjung tinggi hak asasi manusia," jelas Fadli. 

"Nah, menjunjung tinggi hak asasi, yaitu terhadap perbuatannya atau personifikasinya," kata Kapitra memotong Fadli.

"Subjeknya apa? Ini orang kok," tanya Fadli seraya tertawa.

"Orang, atas perbuatannya," jawab Kapitra.

Fadli pun menyampaikan tanggapan menohok karena mengingat Kapitra seorang advokat atau lawyer.

"Saya ini bukan lawyer, Anda yang lawyer. Iya kan, masak Anda nggak ngerti," kata Fadli.

"Anda biar ngerti juga," tutur Kapitra merespons Fadli.

"Loh, Anda harus paham, ini nggak perlu diterjemahkan," ujar Fadli.

"Jadi, apa ini artinya," lanjut Fadli.

"Artinya adalah," kata Kapitra yang coba menjawab. 

Belum selesai menjawab, presenter Dwi Anggia coba mendinginkan suasana diskusi karena debat sengit antara Fadli dengan Kapitra. 

Dwi Anggia meminta agar Fadli dan Kapitra bisa saling bergantian bicara. Ia mempersilakan Fadli untuk melanjutkan pernyataannya.

Fadli mengatakan dalam penangkapan Munarman mestinya ada prosedur hukum yang jelas.

"Loh, sekarang harus dibacakan dong. Prosedurnya harus jelas," tutur Fadli.

Kapitra membantah omongan Fadli lantaran ia menilai penangkapan terhadap Munarman sudah sesuai prosedur.

"Memang tidak ada produsernya? (Ada) Surat perintah penangkapan," kata Kapitra.

Fadli menanggapi Kapitra lagi bahwa prosedur yang keliru itu mulai penetapan tersangka sampai tak ada sama sekali pemanggilan Munarman sebagai saksi untuk dimintai keterangan. "Kemudian, tidak ada panggilan, saksi atau apa," ujar Fadli.

"Nggak ada penetapan tersangka, Anda berasumsi," sebut Kapitra.

Mendengar ucapan Kapitra, Fadli mempersilakan kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar untuk menjawabnya. Namun, Kapitra masih terus bicara.

"Anda keliru, memandang hukum itu jangan setengah politis," ujar Kapitra.

"Siapa yang keliru, hak asasi manusia itu masak (Munarman) mau pakai sandal saja nggak bisa," tutur Fadli.

Presenter Dwi anggia terus mencoba mendinginkan suasana perdebatan yang memanas. Bahkan, Dwi coba mengambil mikrofon yang dipegang Kapitra.

"Saya tanya, Anda lawyer? Ini bulan Ramadhan," kata Fadli menyindir Kapitra.

Kapitra merespons agar Fadli jangan mempersepsikan semua orang termasuk Munarman memiliki sikap sama. Apalagi, tak percaya dengan kasus terorisme yang menjerat Munarman.

"Iya, tapi jangan menjustifikasi semua orang sehingga tidak bisa berubah dari baik menjadi jahat,” ujar Kapitra. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya