Rentan COVID-19, Kakek Henky Minta Penangguhan Penahanan
- Istimewa
VIVA – Nguan Seng alias Henky melalui tim kuasa hukum mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang. Hal ini atas dasar kemanusiaan lantaran Henky sudah berusia 82 tahun dan mengidap sejumlah penyakit.
Demikian disampaikan salah satu kuasa hukum Henky, Herdika Sukma Negara. Hari Selasa, 27 April, berkas kasus penipuan yang menjerat Henky telah dinyatakan lengkap atau P21. Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang melimpahkan Henky selaku tersangka dan sejumlah barang bukti kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Pinang.
"Benar seiring tahap dua ini, tim kuasa hukum mengajukan penangguhan penahanan kepada Kejari Tanjung Pinang," ucap Herdika dalam keterangannya kepada awak media.
Ada beberapa alasan tim kuasa hukum mengajukan penangguhan penahanan. Pertama, kata Herdika, kliennya telah berusia 82 tahun sehingga secara fisik tidak lagi memiliki kondisi tubuh yang fit dan secara medis dapat dikategorikan sebagai usia rentang yang memiliki risiko tinggi terhadap penularan virus COVID-19.
Kemudian, sambung Herdika, kliennya menderita penyakit kanker prostat serta glukoma yang menyebabkan indera penglihatan sebelah kanan hanya berfungsi sekitar 50 persen dan indera penglihatan sebelah kiri sudah tidak berfungsi untuk melihat.Â
"Oleh karena memiliki riwayat penyakit kanker prostat maka Klien kami dapat dikagorikan sebagai Pihak yang memiliki risiko besar terkena virus Covid-19 karena faktor komorbid (penyakit bawaan). Klien kami membutuhkan terapi atau tindakan medis secara rutin dan berkala dalam bentuk melakukan pemeriksaan kepada dokter ahli spesialis penyakit kanker prostat secara rutin dan berkala," ujar Herdika.
Tak hanya itu, kata Herdika, kliennya selama ini kooperatif. Kakek tua renta itu juga tak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
"Pihak keluarga klien kami telah memberikan pernyataan dan menyatakan kesanggupan secara tertulis sebagai penjamin atas penangguhan penahanan ini," ujar Herdika.
Diketahui, persoalan hukum yang merundung Henky disebut imbas dari jual beli lahan seluas seluas 9 Ha kepada Laurence M. Takke. Proses jual beli atas bidang tanah tersebut disepakati untuk dibagi menjadi dua, yaitu pertama kali proses jual beli tanah seluas 3 Ha dan yang kedua adalah proses kedau 6 Ha.Â
Pada proses jual beli pertama antara pemohon dengan Laurence M. Takke atas tanah seluas 3 Ha telah dilakukan secara sah dengan dibuktikan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjungpinang Robbi Purba dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar (teregister) dan tercatat. Telah adanya pembayaran uang pembelian sebesar Rp 6.700.000.000 secara sukarela dan sah oleh Laurence M. Takke kepada pemohon.
Bahwa selanjutnya, dalam proses jual beli yang kedua untuk bidang tanah milik pemohon seluas 6 Ha, maka telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara pemohon dengan Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019 yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah. Pemohon berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019).Â
Belakangan, Laurence M. Takke malah melaporkan Henky atas dugaan penipuan. Padahal, persoalan itu diklaim murni keperdataan terkait jual beli lahan.
Baca juga:Â Diduga Jadi Korban Kriminalisasi Oknum, Kakek Ini Mengadu ke Propam