Nasib Polisi yang Nyinyirin Tragedi Kapal Selam KRI Nanggala 402

Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Polisi Yuliyanto
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) memproses hukum anggotanya berinisial FI (41) yang mengunggah komentar negatif di media sosial terkait dengan insiden tenggelamnya KRI Nanggala-402.

Bentrokan di Tanah Abang Akibatkan Satu Orang Tewas, Polisi Tengah Identifikasi 30 Terduga Pelaku

Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Polisi Yuliyanto di Mapolda DIY, Selasa, mengatakan bahwa Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) serta Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda DIY telah memeriksa 10 orang berkaitan dengan kasus itu, baik dari anggota kepolisian maupun rekan Aipda FI.

"Berkas (hasil pemeriksaan) akan diserahkan kepada penyidik Mabes Polri. Kami tidak bisa memberi tahu (hasilnya)," katanya.

Paksa Anak Berkebutuhan Khusus Makan Daging Musang, Pelaku Mengaku Ingin Viral

Selain memeriksa sejumlah saksi, menurut dia, Polda DIY juga telah memeriksa kejiwaan anggota Polsek Kalasan, Sleman itu. Hingga kini hasilnya masih diproses oleh psikolog.

Yulianto menuturkan bahwa eksekusi penjatuhan hukuman tidak dilakukan oleh Polda DIY.

Jam Operasional Bus Transjakarta Akan Ditambah pada Malam Tahun Baru 2025

Aipda FI yang telah dinonaktifkan selama pemeriksaan, kata dia, akan dibawa ke Mabes Polri untuk diproses lebih lanjut oleh Propram dan Bareskrim Mabes Polri.

Atas perbuatannya, menurut dia, aparat memungkinkan menjerat FI dengan Pasal 45 A Ayat (2) juncto 48 Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

"Ada kemungkinan (FI) jadi tersangka.Namun, ini yang menentukan Mabes (Polri)," ukata Yuliyanto.

Ia menyebutkan Aipda FI juga terancam sanksi pelanggaran etik dari internal kepolisian.

Ancaman sanksi itu bisa berupa permintaan maaf kepada pimpinan dan institusi, dinyatakan perbuatan tercela, diberhentikan dengan hormat, dan diberhentikan secara tidak hormat.

"Hukumannya boleh satu atau dua. Penanganannya sidang pidana dahulu, baru etik," ujarnya. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya