Effendi Gazali Kembalikan Gelar Profesor dan Guru Besar Komunikasi
- tvOne
VIVA – Pakar komunikasi politik Effendi Gazali memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengembalikan gelar guru besar di bidang ilmu komunikasi. Ini dia lakukan karena merasa gagal dan kecewa dengan praktik jurnalistik, karena pemberitaan dirinya setelah dipanggil sebagai saksi di KPK terlalu berlebihan.
Hari ini Effendi mengembalikan SK Menristekdikti No 11881/M/KP/2019 tentang Kenaikan Jabatan Akademik sebagai profesor. Surat itu dia tujukan kepada Kepala LLDIKTI Wilayah III Prof. Agus Setyo Budi.
Ada beberapa alasan yang diungkapkan Effendi dalam suratnya. Pertama, yakni Dia merasa saat ini sedang membongkar beberapa skema merugikan negara yang begitu besar sehingga tidak tahu fitnah ataupun hoax apa yang akan terarah padanya sebab saat ini dalam kasus tersebut banyak pihak yang memiliki kepentingan kerja sama dengan media dan buzzer.
"Saya khawatir pembunuhan karakter yang mereka bangun berimbas pada gelar Guru Besar dan institusi tempat mengajar, karenanya detachment merupakan pilihan baik (setidaknya sementara)," tulis Effendi dalam suratnya yang dikutip Rabu 21 April 2021.
Alasan kedua, kata Effendi, jika dirinya masih Guru Besar, demi Tri-Dharma, dirinya tetap harus meneriakkan skema tersebut. Padahal Effendi mengaku harus mengukur diri dan perlindungan karena kekuatan mereka sampai mampu mengalahkan kebebasan berpendapat.
"Wawancara dengan saya bertopik skema itu di youtube atau podcast, yang penontonnya sudah jutaan, berhasil mereka minta diturunkan," ujarnya.
Effendi mengaku merasa gagal mengajar jurnalisme dan komunikasi, dia mengaku dikepung puluhan berita atau media yang memuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan) palsu atau terperiksanya bohong.
"Sehingga BAP itu harusnya direkualifikasi lalu masuk mesin penghancur kertas beberapa media yang saya laporkan ke Dewan Pers sudah dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik. Terima kasih kepada Dewan Pers, khususnya Bapak Mohammad Nuh sebagai Ketua, dan Bapak Arif Zulkifli Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat & Penegakan Etika Pers serta Pakar Hukum Media Bapak Wina Armada," kata Effendi.
Namun, kata Effendi, masih banyak media yang mempertahankan angka BAP Palsu tersebut. "Berapa lama saya harus mengadu dan menjalani sidang satu per satu, pasti akan membuat saya tidak konsentrasi mengajar," tulisnya.
Keempat, Effendi Gazali menjelaskan, dalam tulisan Jakob Oetama dan Wasiat Huruf "I" yang telah terbit di media massa, tokoh pers nasional almarhum Jakob Oetama, sebelum berpulang, ternyata diberi karunia terlindungi dari kegaduhan "I" (impact/dampak) yang sudah lama dia cemaskan pada dunia pers yang tak cukup hanya 5 W+1H.
Effendi Gazali, menilai dirinya perlu kontemplasi sejenak dari impact yang Irreversible (the damage has been done), kemudian mencari cara lain untuk ikut memperbaiki sekecil apapun yang bisa dilakukan.
"SK Lektor Kepala Tidak Tetap di UI pun sudah saya kembalikan hari ini. Namun membantu tesis dan disertasi secara pribadi tetap akan saya lakukan walau terkadang kita seakan berpacu meluluskan para doktor baru namun jarang hening sejenak membandingkan antara apa yang kita ajarkan dengan kenyataan empirik atau praktiknya," ujar Effendi.