Kuota Awal Ekspor Benur Dijatah 139 Juta, Edhy Prabowo Tidak Puas

KPK tahan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait korupsi benih lobster
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo disebut tidak puas dengan ditetapkannya kuota awal bagi para perusahaan dalam melakukan pengelolaan hingga eskpor benih bening lobster alias benur. Kuota awal itu berjumlah 139 juta.

Mahfud MD Respons Eks Koruptor Benih Lobster Edhy Prabowo Bebas dari Penjara

Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi untuk tiga terdakwa suap eskpor benur. Ketiganya yakni Edhy Prabowo, dan dua staf khususnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri.

Awal mulanya Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan kepada mantan Dirjen Perikanan Tangkap KKP, M Zulficar Mochtar mengenai kuota awal bagi para perusahaan yang mendapatkan jatah budidaya hingga ekspor benur.

Edhy Prabowo Bebas Bersyarat Sejak 18 Agustus 2023

"Berdasarkan surat dari Kepala badan riset dan sumber daya manusia tanggal 8 April itu diarahkan kepada menteri itu menggambarkan bahwa yang bisa dikelola bukan bisa diekspor, yang bisa dikelola 139 juta," kata Zulficar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 21 April 2021.

Zulficar menjelaskan penentuan kuota 139 juta itu berasal dari rekomendasi Komite nasional pengkajian sumber daya ikan (Komnas Kajiskan) dan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM).

6 Menteri Jokowi Terjerat Kasus Korupsi, Terbaru Bekas Mentan Syahrul Yasin Limpo

"Jadi, Komnas Kajiskan ini komite nasional yang dibentuk setiap tahun oleh Menteri yang berisi individu-individu yang memiliki kecakapan keilmuan dalam bidang stok menajemen sumber daya perikanan, ini yang merekomendasikan kepada BRSDM, BRSDM baru bisa mengeluarkan rekomendasi ini," jelasnya.

Namun, kata dia, usai ditetapkannya kuota awal sebesar 139 juta itu, Edhy Prabowo disebut tidak puas. Selain Edhy, penasihat dan staf khususnya juga tak puas.

"Setahu saya banyak pihak yang tidak puas. Jadi, pak menteri sebagian penasihat kemudian sebagian tim yang dibentuk. Jadi, pak menteri itu ada tim penasihat ada juga tim pemangku kepentingan ada staf ahli, ada staf khusus itu sebagian tidak merasa puas dengan angka ini karena mereka sering merujuk ke nilai miliaran-miliaran yang seharusnya ada tersebut," jelasnya.

Zulficar mengaku mengetahui itu usai dirinya menghadiri rapat koordinasi di Widya Chandra pada tanggal 12 Mei. Dalam rapat itu, kata dia, Edhy cukup kesal dengan keputusan dan penetapan kuota hanya untuk 139 juta saja.

"Di situ pak menteri menggambarkan ini tidak seperti ini. Ini kok seperti ini sepertinya tidak serius kita dan menggambarkan ini jumlahnya miliaran kok prosesnya seperti ini," tuturnya.

"Jadi, saya menangkap ada ketidakpuasan dan beberapa penasihat menggambarkan hal yang sama artinya sebenarnya mereka berharap benih lobster ini bisa memberikan manfaat ekonomi yang signifikan tapi kalau hanya 100 juta, 139 juta tidak seperti yang diharapkan karena kondisinya katanya sangat banyak," jelasnya.

Selang beberapa bulan, lanjut Zulficar, terjadi penambahan kuota dengan total 418 juta. Namun, ia tidak mengetahui proses penambahan kuota tersebut karena sudah tidak lagi menjabat sebagai Dirjen Perikanan Tangkap KKP.

"Saya belakangan baru dapat informasi dari media bahwa bulan September itu ada perubahan kuota baru. Di mana jumlah yang dibolehkan itu menjadi 418 juta ini keputusan menteri yang ditandatangani oleh pak sekjen. Kalau tidak salah, menggambarkan sekarang 418 juta tapi saya tidak ikut lagi diprosesnya hanya tahu di situ," imbuhnya.
 

KPK kembali menahan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh.

KPK: Gazalba Saleh Diduga Terima Gratifikasi dari Kasasi Edhy Prabowo

KPK kembali menahan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh di kasus korupsi lingkungan Mahkamah Agung (MA) dengan jeratan pasal gratifikasi dan TPPU.

img_title
VIVA.co.id
1 Desember 2023