Pengacara Juliari Sebut Dakwaan Jaksa KPK Aneh

Penasihat Hukum mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus

VIVA – Penasihat Hukum mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail memandang aneh dengan dakwaan yang disampaikan jaksa Komisi Pemerintasan Korupsi (KPK) terhadap Kliennya, dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako dalam rangka penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial tahun 2020.

Prabowo Panggil Sejumlah Menteri ke Istana, Bahas Bansos, Zonasi hingga Gaji Guru

Sebab, kata Maqdir, Juliari didakwa telah menerima suap sebesar Rp29,252 miliar dalam kasus tersebut, tetapi pemberi atau penyuapnya tidak ada yang didakwa atau diadili memberi suap melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

“Seperti yang saya sampaikan tadi yang kami persoalkan adalah jumlah uang Rp29 sekian miliar. Karena didakwaan itu disebut, akan tetapi orangnya tidak pernah ada meskipun dalam BAP ada yang mengaku itu akan tetapi mereka kan tidak, sampai sekarang belum didakwa sebagai pemberi terhadap suap ini,” kata Maqdit, usai sidang pembacaan surat dakwaan Juliari Peter Batubara, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 21 April 2021.

Cara Ajukan Usulan Sebagai Penerima Bansos 2024, Ikuti Langkah-langkahnya!

Maqdir menjelaskan, jika benar uang sebesar Rp29,252 miliar merupakan uang suap, seharusnya diterangkan siapa penyuapnya. Kalaupun itu masuk dalam kategori suap pasif, kata dia, juga harus jelas siapa pemberi karena tindakan suap merupakan delik berpasangan.

“Kami katakan demikian karena sependek pengetahun kami delik suap itu adalah delik berpasangan, ada pemberi dan ada penerima. Dan klien kami didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor. Tetapi belum ada yang didakwa sebagai pemberi uang sebesar Rp29.252.000.000,00,” kata Maqdir.

Panduan Lengkap Daftar Bansos 2024 Secara Online dan Cara Cek Penerimanya

Karena itu, Maqdir meminta perhatian khusus dari majelis hakim terhadap jumlah uang yang disebut dalam surat dakwaan telah diterima oleh Juliari, melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Dalam surat dakwaan disebutkan, Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke (terkait penunjukan PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude dalam pengadaan bansos) dan uang sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja (terkait penunjukan PT Tiga Pilar Agro Utama) serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa perusahaan lainnya sebagai penyedia pengadaan bansos sembako di Kemensos Tahun 2020.

“Artinya suap yang real didakwakan kepada Klien kami (Juliari) dengan adanya pemberi suap hanya sebesar Rp3,23 miliar, yakni dari Harry Van Sidabukke sebesar Rp1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja sebesar Rp1,95 miliar. Jadi bagi kami, Rp29,252 miliar ini sungguh tidak masuk akal dan tidak jelas selain memperbesar angka. Kalau ini dibenarkan, ya bikin aja angka yang besar-besar tanpa perlu bukti nanti serahkan ke pengadilan untuk menilai,” kata Maqdir.

Berdasarkan surat dakwaan, tercatat sebanyak 57 vendor atau perusahaan diduga memberikan suap dengan total senilai Rp29,252 miliar kepada Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso dalam pengadaan bansos sembako di Kemensos Tahun 2020.

Dari 57 vendor ini, lanjut Maqdir, terdapat 29 vendor yang disebutkam menyerahkan fee dalam dakwaan, namun membantah dalam BAP. Total nilai suap dari 29 perusahaan yang membantah ini sebesar Rp15,967 miliar. Lalu, terdapat 20 vendor yang justru tidak diperiksa atau di-BAP sama sekali.

Kemudian, total nilai suap dari 20 vendor yang tidak diperiksa sama sekali, tetapi disebutkan dalam dakwaan sebesar Rp9 miliar. Hanya ada 8 vendor yang mengakui menyerahkan uang sebagai fee dan/atau tanda terima kasih melalui Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Total nilai suap dari 8 vendor ini sebesar Rp4,28 miliar.

“Dari jumlah Rp29,252 miliar, vendor ada 29 yang membantah yang disebut dalam surat dakwaan. Kemudian yang mengakui itu hanya 8 vendor, sementara yang lain ada 20 vendor itu nggak pernah diperiksa, artinya ini nggak bersumber dari hasil pemeriksaan saksi-saksi," ujarnya. 

Dia menambahkan, Mungkin saja ini hanya berasal dari keterangan salah seorang terdakwa yang secara sengaja menurut kami ini ingin melempar bola ke atas. Di buang ke atas seolah-seolah dia jalankan perintah jabatan. Kalau orang menjalankan perintah jabatan nggak bisa dihukum. Ini nampaknya yang dilakukan terdakwa lain."
 

Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif DPP PDIP Deddy Sitorus saat memberikan keterangan kepada awak media di kantor pusat PDIP, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.

PDIP: Jateng Bukan Kandang Banteng, tapi Kandang ‘Partai Cokelat’

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Bidang Bappilu Eksekutif, Deddy Yevri Sitorus mengatakan bahwa Jawa Tengah (Jateng) kini sudah bukan lagi kandang banteng. Sebab, calon Gu

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024