Plt Jubir Sebut UU Tak Memungkinkan KPK Bentuk Perwakilan di Daerah
- KPK.go.id
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak memiliki perwakilan di daerah mana pun sebab peraturan tidak memungkinkan membuat perwakilan tersebut.
Instrumen mengenai perwakilan KPK di daerah yang tercantum pada Pasal 19 ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002, telah dihapus dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU 30 tahun 2002 tentang KPK.Â
Dengan begitu secara regulasi tidak memungkinkan bagi KPK membentuk perwakilan di daerah. "UU saat ini tidak memungkinkan KPK membentuk perwakilan di daerah," kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati saat dikonfirmasi awak media, Senin, 12 April 2021.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membentuk Komite Pencegahan Korupsi (KPK) pada 2018 lalu dan menjadi bagian dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) di bidang pencegahan korupsi.Â
KPK Ibu Kota tersebut dipimpin mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto dengan anggota mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno, advokat sekaligus Aktivis Perempuan Nursyahbani Katjasungkana, mantan Kepala BPKP Provinsi DKI Jakarta dan Ahli Tata Pemerintahan dari Indonesian Institute for Political Strategy Tatak Ujiyati.
Ipi menjelaskan, Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK yang secara langsung bekerja bersama-sama BPKP dan Aparat Pengawasan Inten Pemerintah (APIP) dalam mendampingi Pemda sejatinya adalah ‘perwakilan‘ KPK di daerah.Â
Dalam mendampingi pemerintahan daerah, KPK lewat Kedeputian Korsup mendorong 8 area intervensi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah yang meliputi sektor Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa.Â
Kemudian, Perizinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Penguatan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pendapatan Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Dana Desa.
"Kedelapan area intervensi tersebut dipetakan berdasarkan pengalaman KPK dalam menangani tindak pidana korupsi dan merupakan titik rawan korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah," kata Ipi.
Terkait penguatan APIP, Ipi menyebutkan, pengawasan menjadi aspek krusial dalam implementasi program pemberantasan korupsi terintegrasi. Pendampingan, monitoring dan evaluasi merupakan tugas penting yang dilakukan oleh APIP.
"Namun faktanya, APIP masih dirasa belum kuat dalam melakukan tugas tersebut karena masih terdapat beberapa kendala," ujarnya.
Sejumlah kendala tersebut di antaranya, jumlah SDM APIP yang tidak mencukupi; kompetensi APIP yang belum memadai; jurangnya anggaran APIP; dan sarana prasarana APIP yang kurang mendukung.Â
Atas kendala tersebut, KPK mendorong Pemda melakukan upaya penguatan APIP dengan menambah jumlah SDM APIP; meningkatkan kompetensi APIP; menambah anggaran APIP; dan memenuhi sarana dan prasarana APIP.
"Karena strategisnya peran APIP dalam upaya pencegahan korupsi, KPK juga mendorong dan memfasilitas peningkatan kapasitas APIP dengan pemahaman tentang antikorupsi. Salah satunya dengan menjadi penyuluh antikorupsi (PAK) atau ahli pembangun integritas (API) yang tersertifikasi," kata Ipi.
Lebih jauh soal perbaikan tata kelola dalam proses pengadaan barang dan jasa (PBJ), KPK juga telah menerbitkan panduan sebagai rambu-rambu untuk menghindari praktik mark-up, benturan kepentingan dan perbuatan curang lai, serta tidak memanfaatkan pelonggaran proses PBJ untuk korupsi.Â
Selain itu, KPK juga mendorong praktik-praktik good governance yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dengan membuka data dan menyediakan saluran pengaduan masyarakat.Â
Menurut Ipi, penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten diharapkan dapat meningkatkan kualitas manajemen ASN, efektivitas tata laksana, dan kualitas pelayanan publik.
"Serta meningkatkan akuntabilitas kinerja birokrasi seluruh instansi pemerintah," ujarnya.
Â