Sedang Dicari Pengurus 'Gila' NU dan NU 'Gila'
- VIVA/Eduward Ambarita
VIVA – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan bahwa organisasi NU akan terus ada dan diwarisi kepada generasi selanjutnya. Menurut dia, NU merupakan sebuah warisan besar dari para ulama besar terdahulu yang harus tetap dijaga.
Hal itu disampaikan Kiai Marsudi saat memberikan sambutan pada Konferensi Wilayah (Konferwil) XX NU DKI Jakarta di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Menurut Marsudi, ada tiga model orang yang dia temui di organisasi ini.
“Jadi orang yang menjaga warisan jamiyah (NU) ini ada tiga model. Mudah-mudahan calon penjaga warisan ini, termasuk model yang terbaik,” kata Kiai Marsudi dalam sambutannya di Jakarta pada Jumat 2 April 2021.
Diketahui kehadiran Kiai Marsudi mewakili Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj yang berhalangan hadir.
Menurut Marsudi, model pertama para pengurus NU yang menjaga organisasi ini adalah orang-orang yang diberi amanah justru senantiasa "menganiaya" dirinya sendiri. Sebagaimana khas NU yang gemar guyon dan satire di sela-sela pidato atau khotbahnya, Marsudi melanjutkan sekaligus berharap tipe atau model seperti itu tidak ada di kepengurusan NU Jakarta pada waktu ke depan.
“Jadi kalau dia belum jadi (pengurus) datang keliling ke cabang-cabang. Nanti kalau sudah keliling, sowan ke kiai-kiai cium tangan bolak-balik, hanya minta dimasukkan jadi pengurus. Setelah sudah masuk, kerjaan pertama adalah pelantikan. Setelah itu bikin kartu nama kemudian hilang. Mudah-mudahan tidak ada di sini,” kata Marsudi.
Marsudi pun mengatakan, model kedua diibaratkan pertengahan atau biasa-biasa saja. Terkadang datang, tetapi dalam kesempatan lain tidak hadir dalam pertemuan organisasi. Ia menyindir bahkan terkadang ikut iuran namun kadang juga tidak.
“Kadang-kadang nongol, kadang-kadang gebrak-gebrak meja. Kadang-kadang juga hilang. Semacam ini, Insya Allah tidak banyak tapi pasti ada,” tuturnya.
Sedangkan model ketiga penjaga warisan NU adalah orang-orang yang hendaknya dicari yakni mereka gemar berbuat kebaikan demi kemajuan organisasi. Ia berharap, semua pengurus di seluruh Indonesia berlomba-lomba untuk mengurus NU bukan sekadar datang pelantikan, bikin kartu nama atau keikutsertaannya tidak jelas.
"Pagi ngurus NU sampai tidur mengigau NU. Kata Gus Dur ada dua model orang NU. Disebut gila NU dan NU gila. Inilah yang kita akan cari,” katanya.
"Namun model pertama dan kedua adalah mereka-mereka yang meskipun jarang datang selama lima tahun dan hari ini datang. Tapi sesungguhnya Allah sudah memilih mereka-mereka itu walaupun jarang datang. Mereka termasuk alladzinasthafaina min ibadina (orang-orang yang menjadi bagian dari hamba Allah),” lanjut Kiai Marsudi.
Dia berharap jika nanti ada para calon pengurus PWNU Jakarta ke depan yang model pertama bisa bertahap ke model kedua dan kemudian bertingkat ke model ketiga.
Untuk tipe kepengurusan NU tersebut sebetulnya juga Kiai Marsudi mengutip surat Fatir ayat 32 yang artinya, "Allah telah mewariskan kepada hamba-Nya sebuah warisan kitab Al-Quran sebagai warisan untuk dijaga. Di antara hamba-hamba itu terdapat tiga macam model yakni dzhalimun bi nafsih (menganiaya diri sendiri), muqtashid (pertengahan atau biasa-biasa saja) dan sabiqun bil khairat bi idznillah (mendahulukan berbuat kebaikan atas izin Allah)".
"Jadilah seperti lebah yang tidak harus bareng-bareng tetapi ketika pulang, pulangnya kembali ke rumah besar NU. Inilah yang kami harapkan,” kata dia.
Dalam kesempatan ini Kiai Marsudi sekaligus membuka Konferensi Wilayah (Konferwil) XX NU DKI Jakarta ditandai dengan memukul gong sebanyak sembilan kali.
Hadir dalam acara tersebut antara lain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan sejumlah tokoh organisasi keagamaan lain seperti Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Persis, Mathlaul Anwar, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) serta Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN).