Kuasa Hukum Sebut Djoko Tjandra Hanya Niat Pulang ke Tanah Air

Sidang Djoko Tjandra
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Terdakwa perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung dan suap penghapusan red notice serta Daftar Pencarian Orang (DPO), Djoko Tjandra melalui pengacaranya mengklaim jika niat satu-satunya hanya pulang ke Indonesia.

Jaksa Dakwa Eks Sekretaris Basarnas Rugikan Negara Rp20,4 Miliar

Bahkan, hal itu melebihi niatnya untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) atas kasus cessie Bank Bali.

Pernyataan itu disampaikan saat persidangan dengan agenda pembacaan Duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 25 Maret 2021.

Sidang Korupsi Crazy Rich PIK, Hakim Desak Auditor BPKP Blak-blakan soal Kerugian PT Timah

"Satu-satunya niat terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra adalah pulang ke Tanah Air yang dicintainya. Lebih daripada niatnya hendak melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) setelah action plan dia batalkan," kata pengacara Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo.

Pembatalan action plan tersebut dengan alasan dimaksud, kata Soesilo, hanyalah delik penipuan semata. Sebab, seluruh poin dalam action plan itu dianggap Djoko Tjandra tak mungkin bisa dilakukan.

Kode 'Jatah 01' Terbongkar di Sidang Kasus Pungli Rutan, Apa Maksudnya ?

"Upaya hukum permohonan fatwa MA yang dijanjikan oleh saksi Pinangki Sirna Malasari tidak terwujud dan tidak lebih daripada hanya suatu penipuan belaka," kata Soesilo.

Dengan alasan tersebut, dalam duplik itu, Djoko Tjandra meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari semua dakwaan.

"Oleh karena itu, berdasar asas hukum universal 'actio non facit reum, nisi mens sit rea' yang artinya suatu tindakan tidak membuat orang bersalah jika tidak ada niat atau maksud jahat," ujarnya.

Djoko Tjandra pada perkaranya dituntut hukuman penjara selama empat tahun. Selain itu, Djoko juga dituntut membayar denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
 

Sidang korupsi tata niaga timah

Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Tata Niaga Timah Sorot Perhatian di Persidangan

Saksi ahli mengungkapkan bahwa kerugian lingkungan dalam kasus ini hanya mencapai Rp 150 triliun, jauh berbeda dari angka Rp 271 triliun yang dilaporkan BPKP.

img_title
VIVA.co.id
16 November 2024