Eks Anak Buah Noordin M Top Beternak Lele di TKP Penangkapannya
- VIVA/Teguh Joko Sutrisno
VIVA – Namanya Machmudi Hariono alias Yusuf. Ia mantan narapidana terorisme yang dulu ditangkap di Kota Semarang, Jawa Tengah. Setelah bebas ia malah kembali ke lokasi sekitar tempat atau TKP ia dibekuk Densus 88 Antiteror. Namun kali ini ia mengaku sudah berubah. Tanpa ragu dengan statusnya sebagai napiter, ia membuka usaha peternakan lele.
Dia merasa tak sendirian karena warga setempat menerima dengan tangan terbuka dan menjalin kerja sama beternak lele.
Di lahan yang sedang saja di Kampung Gisikdrono, Kecamatan Semarang Barat, Machmudi acap kali menerima tamu baik warga biasa maupun rekan eks napiter yang bernaung di bawah Yayasan Persadani. Lembaga ini adalah yayasan yang menaungi eks-napiter di Jawa Tengah. Machmudi sendiri menjadi ketuanya.
Beberapa tokoh dan pejabat juga ada yang datang ke tempat usaha ternaknya untuk melihat bagaimana Machmudi melakukan proses reintegrasi sosial.
Kamis pagi, 4 Maret 2021, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mampir ke rumahnya sembari gowes. Keduanya pun ngobrol santai.
Machmudi bercerita, ternak lele adalah cara untuk memuluskan proses reintegrasi sosial. Dengan cara itu, ia dan beberapa rekan eks napiter di Semarang bisa dengan mudah diterima oleh masyarakat.
"Dahulu ditangkap di daerah sekitar sini. Saat itu gempar sehingga saya kembali ke sini dan menjadi warga sekaligus bertanggung jawab moral memulihkan rasa was-was di tengah masyarakat," kata Machmudi yang juga dikenal dengan Yusuf itu.
Eks Anak Buah Noordin M Top ini melanjutkan ceritanya.
Waktu itu ia ditangkap karena menyembunyikan bahan peledak hampir 1 ton dan dihukum 10 tahun. Setelah bebas ia kemudian kembali ke kampung tempat ia digerebek.
Menurutnya, proses reintegrasi sosial dengan cara ternak lele ternyata efektif. Dengan cara itu, ia bisa diterima masyarakat. Ia bahkan sering dijadikan rujukan setiap ada kejadian terorisme.
"Saya selalu mengingatkan agar masyarakat tidak terpengaruh pada ajakan-ajakan yang bersifat radikalisme dan terorisme. Apalagi ajaran itu sekarang banyak di media sosial. Harus ada langkah preventif agar terhindar dari paham-paham radikal," jelasnya.
Ia mengaku, masyarakat sering bertanya kepadanya tentang pengalaman terkait terorisme. Dan ia pun menjelaskan dengan cara santai dengan narasi yang mudah diterima.
"Sambil lesehan ketemu di warung, saya jelaskan pelan-pelan. Intinya jangan sampai masyarakat terbawa pada image dan praduga mereka saya berikan titik terang untuk memahami," katanya.
Terkait pengaruh paham radikal yang gencar disebar lewat medsos, ia meminta masyarakat agar berhati-hati dan harus memproteksi diri dengan memperbanyak literasi dan wawasan.
Ganjar Pranowo mengapresiasi apa yang dilakukan Machmudi. Menurutnya, mereka bisa menjadi rujukan sekaligus duta perdamaian di tempatnya masing-masing.
"Keren caranya bagus. Dulu saya ke Genuk juga ketemu eks napiter yang ternak lele. Nah di sini juga sama, kemudian di Solo ada warung soto. Dengan cara-cara itu, maka penerimaan masyarakat akan jadi baik," kata Ganjar.
Ganjar menambahkan, para eks napiter bisa menjadi rujukan masyarakat terkait bahaya paham radikalisme dan terorisme.
"Sekarang kalau ada cerita-cerita itu, kawan-kawan ini jadi narasumber. Ini cara bagus sehingga penerimaan masyarakat juga bagus. Apalagi caranya juga produktif dengan mengembangkan bisnis bersama warga sekitar," kata dia.
Laporan: Teguh Joko Sutrisno/tvOne Semarang