Kiai NU Jatim: Perpres Investasi Miras Jauh dari Revolusi Mental

Puluhan botol miras yang berhasil disita petugas
Sumber :
  • VIVAnews/Diki Hidayat

VIVA – Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, KH Syafruddin Syarif, berpendapat bahwa keputusan membuka keran investasi minuman keras atau miras melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2021 justru bertentangan dengan revolusi mental yang digaungkan Presiden Jokowi

Jokowi Usai Nyoblos di Pilkada 2024: Menang Jangan Jumawa, yang Kalah Harus Terima

Sebab, kata Syafruddin, sedikit atau banyak, miras berpotensi besar merusak akhlak dan mental generasi bangsa dan itu merupakan kerusakan yang jauh lebih besar.

“(Perpres) Ini sebetulnya juga bertentangan dengan apa yang sudah digemborkan oleh Pak Jokowi mulai pertama beliau menjadi presiden bahwa ingin bagaimana supaya karakter bangsa itu terbangun. Itu, kan, kata beliau yang sering diungkapkan. Jadi bagaimana supaya menjadi bagus ke depan. Tapi kalau kemudian ada miras, maka ini setitik nila akan merusak susu sebelanga,” kata Syafruddin dihubungi VIVA, Senin, 1 Maret 2021.

Intip TPS Tempat Jokowi dan Iriana Lakukan Pencoblosan Pilkada

Mungkin, lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatuddin Al Islami, Probolinggo, itu, harapan pemerintah dari investasi industri miras nantinya akan membawa keuntungan secara ekonomi bagi Indonesia. 

“Tetapi yakinlah keuntungannya tidak sebanding dengan kerusakan yang akan ditimbulkan (dari miras kepada) bangsa Indonesia,” ujar Syafruddin.

Kritikan Keras Said Didu ke Jokowi: Kudeta Partai yang Membesarkannya

Sekarang saja, saat penegakan hukum terkait miras dilaksanakan oleh aparat berwenang, miras masih banyak yang beredar. Bahkan miras oplosan juga semakin banyak dibuat masyarakat dan beredar meluas.

“Apalagi jika kemudian dilegalkan. Artinya, revolusi mental yang selama ini sangat digaungkan, tentu (dengan diterbitkannya perpres investasi miras) ini sangat kontradiktif,” tandas Syafruddin.

Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang mengatur tentang investasi miras jadi polemik. Banyak pihak menolak perpres tersebut. Di antaranya Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftachul Akhyar. Secara pribadi, Kiai Miftach menegaskan bahwa dalam Islam miras hukumnya haram, baik sedikit atau banyak, berskala kecil maupun besar.

Bukan hanya di Islam, menurutnya di agama lain juga demikian. Karena itu, dalam waktu dekat MUI akan menggelar rapat terkait itu. “Miras itu sudah diharamkan semua agama, agama itu mengharamkan,” kata Kiai Miftach kepada wartawan di Surabaya pada Senin.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengkritisi dan menolak kebijakan tersebut. Ketua PBNU, Marsudi Suhud, menilai miras hukumnya haram, baik sedikit atau banyak.

"Lalu, apakah ada perbedaan sikap terdahulu dengan sekarang? Jawabnya simple, kata Ketua Umum NU (KH. Said Aqil Siradj) itu tetap tidak setuju baik karena 'qoliiluhu au katsiruhu harom', baik sedikit atau banyak hukumnya tetap haram," ujarnya.

Pengurus Pusat Muhammadiyah meminta pemerintah bersikat bijak menyikapi penolakan banyak pihak terkait perpres tersebut. 

"Pemerintah sebaiknya bersikap arif dan bijaksana serta mendengar arus aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam. Yang berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 10/2021 tentang produksi dan distribusi minuman keras," kata Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti melalui pesan singkat kepada VIVA.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya