Kasus Salah Transfer BCA Rp51 Juta, Jaksa: Dihabiskan Terdakwa 2 Hari

ilustrasi salah transfer.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Surabaya I Gede Willy Pramana, proses perkara salah transfer dana Rp51 juta oleh BCA yang membelit terdakwa Ardi Pratama, sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Wakil Ketua DPRD Toba Ditahan Jaksa Atas Dugaan Perkara Pajak

Jaksa juga meminta penasihat hukum terdakwa, R Hendrix Kurniawan, fokus pada materi pokok perkara dan sama-sama adu fakta di persidangan.

Willy mengatakan bahwa berkas perkara tersebut dinyatakan P21 alias lengkap oleh Kejaksaan pada 19 Januari 2021. Penyidik Kepolisian kemudian menyerahkan tersangka dan barang bukti (penyerahan tahap dua) keesokan harinya.

Daftar 36 Bank Peraih Penghargaan Digital Banking Awards 2024

Baca juga: Polisi Pastikan Wilayah Freeport Kondusif Usai Baku Tembak dengan KKB

Menurutnya, proses secepat itu tidak dipersoalkan di dalam KUHAP. “Kalau memang penyidik melimpahkan besoknya, itu enggak masalah,” katanya dihubungi VIVA pada Senin, 1 Maret 2021.

Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BCA, BNI, BRI, Mandiri, Permata, dan CIMB

Kejaksaan kemudian melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya lima hari kemudian, yakni pada 25 Januari 2021. Willy pun mengakui bahwa pihaknya mengubah pasal di dalam surat dakwaan.

Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang semula diterapkan penyidik Polrestabes Surabaya diubah dengan Pasal 372 KUHPidana tentang Penggelapan. Dengan demikian, pasal yang didakwakan jaksa kepada terdakwa Ardi ialah Pasal 85 UU No.3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana dan Pasal 327 KUHP tentang Penggelapan.

Willy menegaskan, jaksa memiliki kewenangan untuk mengubah pasal dari yang semula diterapkan oleh penyidik. Artinya, pengubahan pasal tersebut sudah sesuai dengan KUHAP.

“Itu kan kewenangan jaksa, karena jaksa tidak terikat. Kita ini kan pengendali perkara dan penerapan pasal jaksa yang berwenang. Yang mempertanggungjawabkan hasil penyidikan (di persidangan) kan jaksa, bukan polisi,” ungkap Kasubsi Prapenuntutan Kejari Perak itu.

Willy lantas menguraikan alasan menghapus pasal TPPU dan menggantinya dengan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan di surat dakwaan Ardi.

“Ketika kita bicara TPPU, kita bicara hasil dari tindak pidana, berarti kita berbicara barang yang diperoleh yang berupa bentuk, kemudian harus jelas juga penguasaan barang, dan bertujuan harus jelas. Nah, ini belum ditemukan (di perkara Ardi),” ucapnya.

Adapun terkait kesalahan pihak BCA yang melakukan kesalahan transfer dana, kata Willy jaksa tidak berwenang mengurusi itu. Sebab, itu urusan internal pihak bank.

“Jadi, sebelum menggunakan uang yang masuk ke rekening, seharusnya Ardi dengan itikad baik melakukan pengecekan terhadap yang melakukan transfer, bukan malah langsung dipergunakan untuk kepentingan pribadinya. Perlu diketahui, uang Rp51 juta tersebut habis hanya dalam waktu dua hari sejak Ardi Pratama menerima dana tersebut,” tambahnya.

Keterangan Willy itu sekaligus sebagai bantahan atas tudingan penasihat hukum terdakwa, R Hendrix Kurniawan, yang menilai ada kejanggalan dalam proses hukum terhadap Ardi. Terkait cepatnya proses hukum Ardi di tingkat Kepolisian dan Kejaksaan.

“P21 tanggal 19 Januari, ketetapan jadwal sidang di pengadilan tanggal 23,” ujar Hendrik melalui sambungan telepon genggam kepada VIVA.

Hendrix menduga, proses hukum terhadap kliennya dibuat cepat untuk mengadang upayanya dalam mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan Ardi. Sebab, dalam waktu bersamaan, pihak Ardi mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya. 

“Tujuannya agar praperadilan klien kami gugur,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya