PKS Kritik Tim Pengaji UU ITE yang Hanya dari Unsur Pemerintah

Ilustrasi Sidang Paripurna DPR ke-10
Sumber :
  • VIVAnews/Anwar Sadat

VIVA – Pemerintah membentuk tim pengaji Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tim itu dibentuk dari tiga unsur kementerian, yaitu Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Informasi, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Firdaus Oiwobo Bela Ivan Sugianto: Polisi Harus Adil, Tangkap Juga Siswa yang Bully Anak Ivan

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamta mengkritik komposisi tim pengaji itu karena hanya dari unsur pemerintah, tanpa melibatkan unsur masyarakat.

Jika pemerintah serius untuk merevisi UU ITE karena dinilai oleh Presiden Joko Widodo memuat pasal-pasal karet yang merugikan masyarakat, mestinya dimasukkan juga unsur kelompok independen perwakilan masyarakat.

Saksi Ahli Dilibatkan dalam Perkara Said Didu Kritik PSN di PIK 2, Bakal jadi Tersangka?

Baca: PKS Serukan Cermati Poin demi Poin Surat Edaran Kapolri soal UU ITE

"Kalau dari sudut pandang pemerintah, pasti merasa nyaman dengan adanya UU ITE, karena pengkritiknya takut dengan UU ITE. Ada subjektivitas jika tim kajian hanya orang pemerintah. Perlu tambahan orang independen agar bisa menilai lebih netral dan dari kacamata luar pemerintah," kata Sukamta pada Kamis, 25 Februari 2021.

Said Didu Dicecar 25 Pertanyaan Dalam Pemeriksaan di Polresta Tangerang Terkait Kritik PSN PIK 2

Ahli independen yang di luar unsur pemerintah, katanya, akan lebih objektif menilai UU ITE. Mereka akan lebih jernih mengamati pasal-pasal tertentu akan rawan dieksploitasi atau tidak.

“Jika pemerintah serius untuk melakukan kajian, harus melibatkan tim dan merekrut tim dari kelompok netral, baik itu pengamat media sosial, Komnas HAM, dan elemen masyarakat sipil lainnya. Mereka punya catatan rinci tentang kasus-kasus yang ditangani dengan UU ITE," ujar anggota Komisi I DPR RI itu.

Sukamta menjelaskan, pasal karet di UU ITE di antaranya Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Dia membandingkan UU ITE tentang pasal pencemaran nama baik dengan KUHP. Di dalam KUHP ada rincian definisi pencemaran nama baik, tetapi tidak ada di UU ITE.

"Sehingga menghina dengan sangat ringan, dengan sangat berat, sama ancamannya. Ini rentan untuk disalahgunakan. Kalau ada rincian seperti di KUHP maka bisa mengurangi penyimpangan pelaksanaan UU ITE," ujarnya.

"Kami (PKS) tak setuju UU ITE dihapus tapi kami setuju UU ITE direvisi. Jangan sampai ada pasal karet dalam UU ITE. Sejak 2016 hingga saat ini sudah ada lebih 200 kasus yang dituntut pakai UU ITE ini. Ini harus menjadi perhatian," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya