DPRD Sumatera Barat Usir 10 Pejabat Pemprov saat Rapat dengan BNPB

Forum rapat konsultasi Panitia Khusus Penanganan COVID-19 DPRD Sumatera Barat dengan Satgas COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, pada Rabu, 24 Februari 2021.
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Panitia Khusus Penanganan COVID-19 DPRD Sumatera Barat menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan dugaan penyelewengan dana penanganan COVID-19 yang dikelola oleh pemerintah provinsi itu.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

DPRD mengorek banyak informasi kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta pada Senin lalu. Dewan berkonsultasi dengan BNPB untuk mengetahui prosedur penanganan dan alur penggunaan anggaran pada masa tanggap darurat sekaligus mencari pembanding harga pengadaan barang.

Namun, delegasi DPRD kaget atas kehadiran sepuluh pejabat pemerintah Sumatera Barat dalam forum konsultasi itu, padahal mereka tak diundang. Mereka di antaranya pejabat dari Inspektorat, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, dan Badan Kepegawaian Daerah.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Baca: Pansus DPRD Sumbar Selidiki Dugaan Mark-up Besar Hand Sanitizer

“Lalu kita instruksi untuk keluar,” kata Wakil Ketua Pansus COVID-19 DPRD Sumbar Nofrizon, menceritakan momen forum konsultasi itu, pada Rabu, 24 Februari 2021.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Dia mempertanyakan siapa yang mengutus mereka untuk datang ke Jakarta dan menghadiri forum konsultasi DPRD Sumatera Barat dengan BNPB. Padahal, forum itu eksklusif untuk DPRD dan BNPB.

Menurut Nofrizon, BPK RI menemukan kejanggalan atas penggunaan anggaran penanganan COVID-19. Dari total anggaran Rp150 miliar, BPK menengarai Rp49 miliar di antaranya disalahgunakan. Salah satunya, untuk pengadaan cairan pembersih tangan alias hand sanitizer karena terjadi penggelembungan harga. Harga seharusnya Rp9.500 per botol lalu direkayasa menjadi Rp35 ribu per botol.

“Dari Rp49 miliar itu, yang diminta harus dikembalikan sebesar Rp4,9 miliar. Lalu yang sudah dikembalikan Rp4,3 miliar. Meski demikian, kita akan tetap dalami lagi kasus ini,” ujarnya.

Ada dua LHP dari BPK. Pertama, LHP Kepatuhan atas Penanganan Pandemi COVID-19. Kedua, LHP atas Efektivitas Penanganan Pandemi COVID-19 Bidang Kesehatan tahun 2020 pada pemprov Sumbar dan instansi terkait lainnya.

Dalam LHP Kepatuhan, BPK menyimpulkan beberapa hal, di antaranya indikasi pemahalan harga pengadaan cairan pembersih tangan dan transaksi pembayaran kepada penyedia barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan dan berpotensi terjadi penyalahgunaan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya