Edhy Prabowo: Saya Siap Dihukum Mati
- Edwin Firdaus/VIVA.
VIVA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan kesiapannya menjalani proses hukum kasus dugaan suap izin ekspor benur.
Edhy mengaku tak akan lari dari tanggung jawab atas kasus yang menjeratnya itu, bahkan bila nantinya diputus bersalah dan dijatuhi hukuman sangat maksimal yakni mati.
Hal ini disampaikan Edhy usai diperiksa sebagai tersangka di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin, 22 Februari 2021.
"Sekali lagi kalau memang saya dianggap salah saya tidak lari dari kesalahan, saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap yang penting demi masyarakat saya," kata Edhy.
Edhy berjanji tidak akan menutupi kasus ini dan kooperatif menjalani proses hukum kasus tersebut.
"Saya tidak berlari dari kesalahan yang ada. Silakan proses Peradilan berjalan, makanya saya lakukan ini. Saya tidak akan lari, dan saya tidak bicara bahwa yang saya lakukan pasti benar, nggak," kata Edhy.
Edhy mengakui keran ekspor benur yang dibuka dirinya tidak 100 persen berjalan tanpa celah. Tapi Edhy mengklaim, keputusannya membuka ekspor benur melalui peraturan menteri (Permen) untuk memenuhi keinginan masyarakat, bukan pribadinya.
"Permen yang kami bikin itu bukan atas dasar keinginan menteri, tapi keinginan masyarakat supaya permasalahan lobster yang selama ini tidak dibolehkan itu, yang selama ini rakyat menangkap malah ditangkap, nangkap lobster tidak boleh menikmati sumber daya alam yang ada di negara kita, sekarang kita hidupkan. Ini kan permintaan dari mereka yang sudah diajukan semua kelompok, pemerintah, DPR. Ini saya tindaklanjuti. Kalau engak percaya tanya saja masyarakat," kata Edhy.
Selain itu, Permen itu tidak dibuat dalam waktu singkat, melainkan melalui kajian yang matang dan memakan waktu enam bulan. Setelah menjadi draf, Permen itu pun didiskusikan kepada Presiden Joko Widodo dan jajaran Kabinet Indonesia Maju.
"Kita laporkan ke presiden melalui Mensesneg dan Menseskab, semua terlibat. Dan kami laporkan juga dengan Menko, enggak sendirian. Bandingkan dengan dulu, Permen yang dulu melarang (ekspor benur) yang keluarnya hanya satu minggu, sangat berbeda. Jadi ini semua ada uji akademisnya, ada uji teknisnya, ada melibatkan stakeholder pelaku usaha, jadi tidak muncul begitu saja," kata Edhy.
Edhy mengklaim ekspor benur yang diizinkannya membantu ekonomi masyarakat, khususnya para nelayan di tengah Pandemi COVID-19.
Menurut Politikus Gerindra itu, dengan dibukanya izin ekspor benur, masyarakat memiliki pekerjaan tambahan. Bahkan, Edhy mengklaim, izin ekspor benur menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Anda sendiri harus catat, berapa PNBP yang kita peroleh selama 3 bulan itu, ada Rp40 miliar sudah terkumpul bandingkan dengan peraturan yang lama seribu ekor hanya 250 rupiah. Di zaman saya satu ekor seribu minimal, makanya terkumpul uang itu," imbuhnya.