Jika Pasal Karet Bisa Diatasi Polri, Revisi UU ITE Belum Diperlukan
- VIVAnews/Eka Permadi
VIVA – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar Christina Aryani, mengapresiasi arahan Presiden Jokowi kepada Polri yang meminta jajaran Polri untuk berhati-hati dalam menyikapi dan menerima laporan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Christina, dalam arahan tersebut Presiden mengingatkan adanya pasal-pasal dalam UU ITE yang bisa diterjemahkan secara multitafsir. Presiden, kata Christina, mampu menangkap apa yang menjadi kegelisahan di masyarakat mengenai adanya UU ITE.
"Saya mendukung sepenuhnya pernyataan Presiden yang mana menangkap fakta riil yang terjadi di masyarakat, bahwa penerapan pasal-pasal telah berkembang liar, membuat resah dan gusar bahkan menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat," kata Christina, kepada wartawan Selasa 16 Februari 2021.
Christina juga mengatakan, tidak bisa dipungkiri banyak yang sudah menjadi korban atas penerapan UU ITE. DPR sendiri, kata Christina, banyak mendapat masukan dari masyarakat terkait urgensi revisi pasal-pasal karet dalam UU ITE.
"Apa yang disampaikan Presiden kemarin sebenarnya meminta agar Kapolri membuat pedoman interpretasi resmi terkait pasal-pasal UU ITE yang berpotensi multitafsir. Pedoman mana selanjutnya digunakan oleh institusi kepolisian dalam menerima laporan atau menjalankan penyelidikan/ penyidikan," ujarnya.
Menurut Christina, pasal multitafsir di UU ITE tersebut diharapkan bisa diselesaikan dengan pedoman yang diterbitkan Polri. Jika itu bisa dilakukan maka revisi UU ITE belum begitu diperlukan.
"Apabila dalam level peraturan tersebut (Peraturan Kapolri atau Surat Edaran kapolri) problem multifasir maupun saling lapor sudah bisa dieliminir maka revisi UU ITE belum diperlukan, namun jika ternyata implementasi di lapangan masih tidak sesuai dengan harapan, maka revisi UU ITE menjadi satu-satunya jalan keluar," ujarnya.