Fraksi PKS Bersemangat karena Jokowi Mau Revisi UU ITE

Politikus PKS Sukamta sebelum pandemi.
Sumber :
  • VIVA/Daru Waskita

VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut akan membuka langkah revisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPR, Sukamta menilai rencana ini justru sejalan dengan pandangan Fraksi PKS yang beberapa tahun terakhir ini yang mengusulkan revisi UU ITE dalam RUU Prolegnas.

Ridwan Kamil soal Video Dukungan dari Jokowi: Konkret ya, Jelas Mendukung Saya

"Karenanya kami menyambut baik dan sangat setuju atas rencana revisi UU ITE. Dari sisi masyarakat hal ini tentu bisa memberikan rasa keadilan dan kenyamanan di masyarakat," kata Sukamta kepada wartawan pada Selasa 16 Februari 2021

PKS kata dia setuju UU tersebut direvisi meskipun dari sisi pemerintah dinilai sudah agak terlambat. Apabila revisi nanti selesai dibahas antara pemerintah dengan DPR diperkirakan memakan waktu 1 hingga 2 tahun pembahasan.

Cerita Kapolri Ingat Pujian Atraksi Pasukan Brimob dari Jokowi dan Prabowo

"Kemungkinan UU ITE yang sudah direvisi baru bisa diterapkan pada tahun 2023 atau 2024 di penghujung masa jabatan Presiden Jokowi. Jadi jangan sampai revisi UU ITE ini nantinya hanya move politik kosong belaka," ujar Sukamta lagi.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga menjelaskan bahwa sebetulnya undang undang ini sangat mulia pada awal pembahasannya dahulu. UU ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum bagi para pelaku ekonomi dan bisnis di dunia maya ( via elektronik).

Jokowi dan Kaesang Turun Gunung 'Kampanyekan' Paslon Respati-Astrid di Pasar Klitikan Solo

Ketika rancangan undang undang ini disahkan menjadi UU RI Nomor 11 tahun 2008 juga sebetulnya kata dia sudah dinilai terlambat karena awal tahun 2000-an dunia internet sudah populer tanpa ada aturan hukum yang mengatur pasti. Namun berjalan seiringnya waktu ternyata UU ITE ini dalam implementasinya malah lebih kental nuansa hukum pencemaran nama baiknya daripada soal transaksi ekonomi-bisnisnya. Pasal-pasal karet banyak dimanfaatkan.

"Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik dianggap pasal karet dan dijadikan alat untuk mengkriminalisasi masyarakat, hingga banyak korban berjatuhan. Banyak orang dilaporkan, ditangkap dan ditahan karena menyampaikan pendapatnya di internet," ujarnya.

Oleh karena hal tersebut, UU ITE akhirnya direvisi menjadi UU RI Nomor 19 tahun 2016. Saat itu kata dia, Fraksi PKS meminta agar pasal pencemaran nama baik ditinjau ulang bahkan kalau perlu dihapus saja, mengingat sudah diatur dalam KUHP agar tidak ada duplikasi pengaturan.

Namun dalam dinamika pembahasan menginginkan pasal tersebut tetap dipertahankan dan mayoritas yang menyuarakan itu adalah fraksi-fraksi pendukung koalisi pemerintah. Mereka kata Sukamta ingin pasal tersebut tetap ada dengan pengurangan maksimal ancaman pidana penjara agar tidak ada lagi kriminalisasi dengan penahanan sebelum putusan hukum tetap dari pengadilan. 

Hasil pembahasan itu akhirnya disahkan revisi UU ITE seperti yang sekarang.

"Pada implementasinya, ternyata masih banyak proses hukum kasus pencemaran nama baik di lapangan yang tidak sesuai dengan spirit revisi tersebut. Malah terakhir kriminalisasi melebar ke pasal-pasal lain seperti pasal soal hoax dan pasal keonaran yang juga dianggap pasal karet," ujar Sukamta.

Dia berharap agar ke depannya revisi UU ITE bisa memberikan kejelasan hukum berasaskan keadilan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya