KPK Kuatkan Bukti-bukti untuk Jerat Ihsan Yunus

Agustri Yogaswara alias Yogas, seorang yang disebut sebagai ‘operator’ politikus PDIP tersangka kasus suap pengadaan bansos, Ihsan Yunus, menyerahkan dua unit sepeda Brompton kepada KPK pada Rabu, 10 Februari 2021.
Sumber :
  • VIVA/Edwin Firdaus

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius menindaklanjuti dugaan keterlibatan mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari PDIP, Ihsan Yunus, dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) pada 2020. Bahkan materi rasuahnya bakal berbeda dengan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Cara Cek NIK Penerima Bansos November 2024 di Situs Kemensos

"Kita bedakan Pasal 2 dan pasal suap. [Kasus Ihsan Yunus] lebih kompleks yang Pasal 2, sehingga kami perlu pelan-pelan, dan tentunya itu juga ada landasannya kita melakukan tindakan itu," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dikonfirmasi pada Senin malam, 15 Februari 2021

Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sering dipakai KPK untuk menjerat perkara yang perbuatannya memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sementara dugaan suap terdapat dalam rumusan pasal 5, Pasal 12 dan Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.

Penyaluran Bansos Disetop Sementara Selama Pilkada 2024, Ini Respons Pemprov Jakarta

Baca: Ketua KPK Tegaskan Kemungkinan Ada Tersangka Baru Kasus Bansos

Karyoto menolak berandai-andai kapan Ihsan Yunus diumumkan tersangka. Yang jelas, kini KPK tengah menguatkan bukti-bukti. "Kita kembali dasarnya sedang kami persiapkan; mau lidik, mau apa, sedang kami persiapkan. Nanti kan kami bisa mulai dengan permintaan keterangan dan lain-lain.”

Penyaluran Bansos Disetop Sementara Jelang Pilkada, KPK: Hentikan Bentuk-bentuk Money Politic

Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya meminta KPK mengusut tuntas dugaan keterlibatan anggota DPR dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus dalam kasus suap pengadaan bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Nama Ihsan Yunus, mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, mencuat sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam kasus rasuah yang menjerat mantan Juliari Peter Batubara. Bahkan, dalam rekonstruksi yang digelar KPK, dua pekan lalu, terungkap Ihsan melalui operatornya, Agustri Yogasmara atau Yogas, menerima uang sekitar Rp1,5 miliar dan sepeda mewah merek Brompton dari Harry van Sidabuke yang telah menyandang status tersangka pemberi suap.

Dalam rekonstruksi itu, terungkap pula peran Ihsan Yunus yang kini duduk di Komisi II DPR. Dalam salah satu adegan reka ulang, Ihsan Yunus yang diperagakan oleh pemeran pengganti menemui Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial Syafii Nasution di kantornya pada Februari 2020. Pertemuan turut dihadiri Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso yang telah menyandang status tersangka.

Peneliti ICW Dewi Anggraeni memandang peran dan keterlibatan Ihsan Yunus sudah sangat jelas. KPK, katanya, telah mengantongi bukti permulaan yang cukup mengenai peran dan keterlibatan Ihsan dalam kasus ini. Untuk itu, KPK seharusnya tidak ragu menjerat Ihsan.

"Itu sudah dua alat bukti dan juga terbukti jelas perannya Ihsan. Maka ICW mendesak KPK segera masuk ke tahap baru. Karena sejauh ini kan KPK bisa dikatakan agak kurang serius ya kalau menangani politikus," kata Dewi.

Dewi menegaskan, KPK tak perlu menunggu hingga penyidikan perkara yang menjerat Juliari rampung atau hingga berkekuatan hukum tetap.

Menurutnya, penyidikan Ihsan dan Juliari dapat berjalan beriringan. Apalagi, kasus yang diduga melibatkan Ihsan masih satu rangkaian dengan kasus suap bansos yang menjerat Juliari.

"Kasus yang sedang ditangani KPK itu bisa berkembang lalu bisa ditetapkan tersangka lagi selama sudah memenuhi aturan. Kalau KPK menyatakan pendapat seperti itu (menunggu rampungnya berkas Juliari), malah harus dipertanyakan ulang, kasus Juliari dan, misalnya, kasus Ihsan, kan bukan kasus berbeda, kenapa harus dibedakan penanganannya?” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya