Muhammadiyah: Musuh Terbesar Pers saat Ini Para Buzzer Media Sosial
- VIVA/Cahyo Edi
VIVA – Muhammadiyah mengucapkan selamat Hari Pers Nasional kepada para jurnalis di Indonesia sekalian mengingatkan bahwa saat ini momentum bersejarah untuk mencerdaskan sekaligus menjadi media check and balances dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Dalam usaha mencerdaskan bangsa, fungsi pers, yaitu media cetak, televisi, radio, dan kini media online, niscaya menjadi pranata sosial yang mengedukasi elite dan warga bangsa agar menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, cerdas, beretika, dan berdaya kritis,” tulis Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangan persnya, Selasa, 9 Februari 2021.
Pers, katanya, bertanggung jawab atas pesan dan informasi yang disuarakannya ke ruang publik secara objektif dan profesional, serta tidak masuk dalam pusaran politik partisan maupun kepentingan lainnya yang dapat meluruhkan fungsi utama pers.
Baca: Jokowi Buka Diri Terima Masukan, Istana Mengaku Butuh Kritik Keras
“Pers Indonesia bersama-sama komponen bangsa dituntut hadir menegakkan kebenaran, keadilan, kedamaian, persatuan, dan kemajuan bagi bangsa dan negara. Seraya menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat meresahkan, memecah persatuan, dan konflik antarkomponen bangsa. Fungsi integrasi sosial sangat diharapkan dari pers Indonesia saat ini,” katanya.
Musuh terbesar dunia pers saat ini, khususnya pers online, menurut dia, melalui jalur media sosial ialah para pendengung media sosial alias buzzer yang nirtanggung jawab kebangsaan yang cerdas dan berkeadaban mulia. Pers harus mewaspadai buzzer yang berpotensi mengusik kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak terbawa suasana yang kontroversial sehingga menjurus ke konflik sosial.
Dia berpendapat, pPers Indonesia secara khusus dalam dinamika politik kebangsaan saat ini penting menjalankan fungsi checks and balances sebagaimana menjadi DNA media massa sepanjang sejarah di negeri mana pun.
Dia mengingatkan agar para insan pers Indonesia jangan membiarkan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia timpang tanpa fungsi kritis pers yang konstruktif demi masa depan Indonesia yang demokratis dan berkemajuan.