JPU Tolak Rekaman Napoleon, Prasetijo dan Tommy Dibuka di Sidang
- ANTARA
VIVA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait penghapusan nama buronan Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Sidang ini mengagendakan pemeriksaan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte. Dalam persidangan, terungkap bahwa terdakwa Irjen Polisi Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo, serta Tommy Sumardi, pernah bertemu dan membahas kasus dugaan suapnya saat ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Pertemuan antara ketiganya terjadi pada 14 Oktober 2020.
Napoleon mengaku menyimpan rekaman percakapan antara dirinya dengan Prasetijo Utomo dan Tommy Sumardi, saat bertemu di dalam penjara. Bahkan, ia membawa rekaman percakapan tersebut untuk diperdengarkan di persidangan hari ini.
Baca juga: Burhanuddin Muhtadi: Kepuasan Publik pada Jokowi Masih Tinggi
"Ya (pernah bertemu dengan Tommy Sumardi dan Prasetijo Utomo pada 14 Oktober 2020). Ada dan bawa (rekaman percakapannya)," kata Napoleon Bonaparte di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 8 Februari 2021.
Penasihat hukum terdakwa Napoleon Bonaparte, kemudian meminta izin kepada majelis hakim untuk memperdengarkan rekaman percakapan itu. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak rekaman percakapan itu diperdengarkan pada persidangan hari ini, karena belum menjadi barang bukti.
Jaksa meminta penasihat hukum Napoleon Bonaparte untuk menjelaskan asal muasal perolehan rekaman percakapan tersebut. Penasihat Napoleon lainnya lalu menjelaskan perolehan rekaman percakapan itu.
"Jadi kondisinya kami jelaskan, pada tanggal 14 Oktober 2020, terdakwa (Napoleon Bonaparte) berada di dalam tahanan, Tommy Sumardi berada di dalam tahanan, dan Brigjen Pol Prasetijo juga berada di dalam tahanan," kata salah satu penasihat hukum (PH) Napoleon Bonaparte.
"Nah secara kebetulan, bertemulah mereka pada saat itu, dan tanpa diduga-duga, terjadilah rekaman itu. Makanya mohon izin, untuk melakukan penilaian, kami rasa saudara jaksa penuntut umum tidak bisa menilai, makanya kami serahkan kepada yang mulia, karena ini adalah fakta, persoalan diterima atau tidak kami serahkan kepada yang mulia," jelasnya.
Kendati begitu, jaksa bersikukuh menolak rekaman percakapan ketiga terdakwa tersebut diperdengarkan di ruang sidang karena belum menjadi alat bukti.
Ketua Majelis Hakim, Muhammad Damish lalu meminta rekaman percakapan tersebut untuk didengarkan dan dianalisis oleh para hakim.
Sekadar informasi, Irjen Napoleon Bonaparte didakwa oleh jaksa telah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar AS atau senilai Rp6 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).
Uang diduga sebagai upaya untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen imigrasi). Untuk melancarkan aksinya, Djoko Tjandra dibantu oleh rekannya, Tommy Sumardi.
Irjen Napoleon diduga melakukan upaya penghapusan nama DJoko Soegiarto Tjandra dari DPO bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.