Ridwan Kamil Cari 5.000 Petani Milenial, Teknologi Ini Disiapkan

Infrastrtuktur digital berupa Smart farming yang ditujukan untuk petani milenial
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman (Bandung)

VIVA – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mencari 5 ribu petani milenial untuk percepatan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 dengan skema difasilitasi lahan kosong dengan ketentuan menanam komoditas yang dibutuhkan pemerintah. Kemudian komoditas tersebut dibeli untuk kebutuhan ekspor.

RK-Suswono Paling Banyak Didukung Gen Z dan Gen Y, Hasil Litbang Kompas

Lewat akun instagram-nya, Ridwan Kamil mengumumkan sedang mencari 5.000 anak muda Jawa Barat yang mau bela negara dengan menjadi petani 4.0.

"Daripada nganggur dan banyak rebahan melamun karena covid, mending gabung aja," ujar Emil akrabnya disapa.

Bantah Hasil Survei, HNW Bilang PKS Solid Dukung Ridwan Kamil-Suswono
HNW Klaim RK-Suswono Kantongi Restu Prabowo dan Jokowi di Pilgub Jakarta

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Barat, Dadan Hidayat menjelaskan, petani milenial ini menjadi prioritas karena sebagai bentuk regenerasi petani untuk bertransisi dari cara konvensional ke digital. Infrastruktur digital yang disiapkan yaitu Internet of Things (IoT) Smart Farming.

Perangkat IoT ini terdiri dari perangkat panel sensor yang tertancap dalam tanah dan tersambung gadget smartphone, tablet atau PC dengan koneksi data atau wifi untuk mengawasi dan mengendalikan hingga mendeteksi kelembapan tanah, Ph air dan suhu ruangan screen house. IoT ini diproyeksikan dapat digunakan dengan kapasitas maksimal luas lahan 240 meter.

"Investasinya di luar screen house itu Rp80 juta hanya untuk alat sensor, pipa, panel - panel, karena diyakini ini sangat efisien meningkatkan hasil produksi, tadinya kita akan replikasi ke screen house lain. Cuman sayang, dananya kena pengamanan COVID-19 dulu," ujar Dadan di Bandung, Kamis 4 Februari 2021.

Menurutnya, model IoT ini sudah diterapkan di balai pengembangan dengan komoditas kentang dan menunjukkan kinerja efisiensi dengan melipatgandakan hasil panen. Dadan menilai, perangkat IoT ini mempunyai peran real time untuk mengawasi proses penanaman meski si petani tidak di lokasi garapan.

"Makannya harus anak muda, karena kontrolnya sudah kontrol gadget, umurnya 19 sampai 39 tahun fasih menggunakan perangkat ini. Contoh, tanahnya atau tanamannya kering dan harus lembap, nanti nyala panelnya, ini bisa pake gadget atau PC. Saat kita di luar kota sensor tetap terhubung, nanti ketahuan, terpantau airnya kurang tinggal pencet. Kaya realtime juga, sensornya ke tanah," katanya.

Dadan menilai, regenerasi petani saat ini merupakan keniscayaan karena menjadi stimulus dalam meningkatkan perekonomian. Terlebih, menurutnya, pertanian merupakan sektor yang tak terdampak pandemi COVID-19. Tidak hanya itu, peningkatan kualitas komoditas pertanian akan terukur.

"Kalau sudah pakai sensor nggak ada yang bohong, nggak pakai feeling, tanaman itu bukan mandi air lagi, kan biasanya digenang. Jadi IoT ini yang mentransfer komunikasi kita dengan tanaman, untuk berkomunikasi yang tadinya secara visual dilihat sekarang menggunakan sensor," katanya.

Sedangkan untuk pembiayaan, lanjut Dadan, peran investor dibutuhkan dalam memaksimalkan hasil 5 ribu petani milenial. Pasalnya, lanjut Dadang, para petani yang saat ini masih produktif memerlukan bantuan fasilitas secara konvensional. 

"Sebetulnya penggunaan teknologi kalau direplikasi sudah bisa dibuktikan bahwa teknologi ini menguntungkan, perlu dikembangkan, tapi perlu investasi," katanya.

"Yang kita urus kan pertanian rakyat, para petani yang notabene perlu dibantu fasilitas pemerintah, (IoT) yang sekarang kita kembangkan baru di Balai Pengembangan benih kentang. Tapi kalau petani memiliki investor ingin mengembangkan itu kita siap, ini loh yang sudah kita kerjakan jadi kita membuat model-model pengembangan," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya