Kritik PD, Max Sopacua: AHY Baru Masuk 2017, Sekarang Jadi Ketum
- ANTARA/Jafkhairi
VIVA – Isu kudeta kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Partai Demokrat masih berlanjut. Sejumlah politikus senior yang terseret namanya dalam isu kudeta memberikan tanggapan dan klarifikasi.
Terkait itu, mantan Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Max Sopacua menyampaikan responsnya menyangkut namanya yang disebut dalam kudeta. Ia menegaskan tak terlibat dan tak mengetahui isu kudeta tersebut.
Namun, ia mengatakan isu kudeta ini sebagai yang biasa saja terjadi di partai besar seperti Demokrat. "Bagi saya ini untuk meningkatkan imun saya untuk menghadapi pandemi ini. Tidak gerabak gerubuk seperti yang disampaikan banyak orang," kata Max dalam Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA, Kamis, 4 Februari 2021.
Dia menilai kisruh ini menyangkut kredibilitas Demokrat sebagai partai besar. Ia meminta Demokrat bisa menyelesaikan persoalan ini dan jangan seolah-olah seperti kebakaran jenggot.
"Persoalan, persoalannya kecil ini semuanya hanya untuk 2024, siapa yang mau gitu aja kan sebenarnya," tutur Max.
Max menambahkan bicara 2024, bukan hanya Demokrat yang punya rencana ke sana. Ada partai lain dan tokoh politik lain seperti kemungkinan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang memiliki tujuan menuju Pilpres 2024.
Menurutnya, saat ini tergantung kebijakan DPP Demokrat dalam implementasi menuju 2024. Ia menyinggung kemungkinan Demokrat jadi perahu untuk figur eksternal seperti Moeldoko.
"Kalaupun nanti perahu itu bukan Demokrat, ya sah-sah saja. Kalau perahu itu Demokrat juga sah-sah saja. Tergantung bagaimana caranya implementasi kebijakan-kebijakan yang ditelorkan oleh partai ini ke depan," jelas Max.
Dia menyampaikan demikian karena ada anggapan Moeldoko tak wajar diusung Demokrat untuk jadi calon presiden atau capres. Hal ini lantaran merujuk Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
Menurutnya, dalam AD/ART itu, ada syarat harus 5 tahun dulu menjadi pengurus partai baru bisa mencalonkan diri ke jenjang capres atau cawapres.
"Pak Moeldoko tidak boleh karena ada di angggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Harus aktif dulu selama 5 tahun," katanya.
Namun, ia mengingatkan kejadian AHY saat dicalonkan Demokrat sebagai Calon Gubernur DKI pada 2017. Saat itu, AHY bukan kader partai karena masih sebagai prajurit TNI berpangkat mayor.
"Tahun 2017 pak AHY itu baru masuk juga ke Demokrat. Coba hitung dari 2017 sampai sekarang sudah lima tahun belum? Toh, bisa jadi ketua umum, bisa jadi segala macam. Berarti ini spesialisasi yang ada, kepentingan yang ada," tutur Max.
Maka itu, dengan contoh AHY seharusnya tak perlu risau dengan isu Moeldoko minat 2024 dari Demokrat. Tak perlu pakai AD/ART sebagai rujukan.
"Nah, kalau memang orang lain punya kepentingan tidak usah marah, tidak usah mengatakan sesuai anggaran dasar/ anggaran rumah tangga," ujarnya.
Baca Juga: Dukung AHY, Subur Budhisantoso: Jangan Mau Dipecah Oknum Eksternal
Isu kudeta AHY di kursi kepemimpinan Demokrat terus mencuat karena direspons sejumlah pihak termasuk beberapa politikus senior partai tersebut. Ada suara yang mendukung AHY karena menggelar konferensi pers terkait isu kudeta terhadapnya. Namun, ada juga yang mencibir cara putra sulung Susulo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.
Salah satu nama yang bikin heboh isu ini adalah kemunculan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Eks Panglima TNI itu disebut melakukan pertemuan dengan sejumlah mantan kader dan kader aktif Demokrat membicarakan kongres luar biasa (KLB) sebagai forum untuk menggusur AHY.
Moeldoko tak menampik bertemu dengan sejumlah mantan kader tersebut. Namun, ia bilang makna pertemuan itu biasa bukan bicara politik secara serius. Menurutnya, pertemuan itu juga dilakukan di rumahnya, bukan di hotel.