Skandal Bansos, Politikus PDIP Proaktif Temui Pejabat Kemensos
- VIVA/Edwin Firdaus
VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rekonstruksi kasus suap pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020.
Rencananya, terdapat 15 adegan rekonstruksi digelar secara berurutan di Gedung C1 KPK atau kantor Dewan KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin, 1 Februari 2021.
Pantauan awak VIVA di lokasi rekonstruksi, pada sesi pertama, pelaku melakukan reka adegan di ruangan Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial (Kemensos) Syafii Nasution. Dalam reka adegan tersebut, turut dihadirkan nama Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP, Ihsan Yunus.
Politikus PDIP itu yang diperagakan oleh penyidik KPK ternyata menemui pejabat Kemensos diduga terjadi pada Februari 2020.
Pertemuan itu juga dihadiri oleh mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso yang telah menjadi tersangka dalam perkara ini.
KPK sendiri sempat mengagendakan pemeriksaan sebagai saksi untuk mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Ihsan Yunus pada beberapa waktu lalu, tapi urung lantaran surat pemanggilan tersebut belum diterima Ihsan dan KPK akan menjadwalkan ulang terhadap Ihsan Yunus.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan Juliari P. Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial serta dua pihak swasta bernama Ardian I.M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Diduga Wakil Bendahara Umum PDIP itu bersama dua anak buahnya menerima suap senilai sekitar Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemsos, dalam pengadaan paket bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Kasus itu bermula dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode. Juliari selaku Menteri Sosial menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso. Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar. Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Sementara pada periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
KPK memastikan akan mendalami keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus ini. Lembaga antikorupsi juga akan mendalami dugaan aliran uang ke sejumlah pihak. Pun termasuk dugaan aliran uang ke parpol tempat Juliari bernaung.