Muhammadiyah Surati Nadiem Makarim Perihal Seragam Sekolah

Waketum MUI dan Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah, Anwar Abbas
Sumber :
  • VIVA/Anwar Sadat

VIVA – Pengurus PP Muhammadiyah Anwar Abbas melayangkan surat terbuka kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim.

Menag Sebut Ada Krisis Agama di Indonesia

Buya Abbass, sebagaimana Anwar Abbas kerap disapa, dalam surat terbuka itu mempertanyakan pernyataan Mendikbud soal peraturan model pakaian kekhususan agama tertentu terhadap peserta didik di sekolah.

"Apakah maksud dari pernyataan menteri tersebut para siswi yang beragama Islam mulai dari sejak  dikeluarkannya pernyataan tersebut tidak boleh lagi untuk memakai busana muslimah ke sekolah atau bagaimana?" kata Anwar Abbas di Jakarta pada Jumat, 29 Januari 2019.

Buka Rakor Kemendikdasmen, Wapres Gibran Curhat Pernah Kirim Surat ke Nadiem tapi Dicuekin

Baca juga: Nadiem: Kasus SMKN 2 Padang Langgar Nilai Pancasila

Dia lantas mempertanyakan, UU dan peraturan serta nilai-nilai Pancasila mana yang dilanggar. "Negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa artinya setiap warga negara kalau akan melakukan sesuatu  maka sesuatu yang dia lakukan itu haruslah sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama karena sila Ketuhanan yang Maha Esa itu di dalam negara RI adalah menjadi dasar dalam kehidupan bernegara," kata dia.

Muhammadiyah Turun Langsung, Ikhtiar Cegah Kerusakan Lingkungan Dengan Langkah Ini

Dia melanjutkan bahwa dalam Pasal 29 ayat 2 dinyatakan dengan tegas bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

"Itu artinya setiap pemeluk agama berhak dan dijamin oleh konstitusi untuk melaksanakan ajaran dari agama yang dianutnya. Oleh karena itu kalau mendikbud menyatakan kepsek SMKN 2 Padang  tersebut  telah melanggar UU dan peraturan yang ada," katanya.

Abbas pun mempertanyakan lagi apakah UUD 1945 itu yang harus disesuaikan dengan UU dan peraturan yang ada atau UU dan peraturan yang ada itu yang harus disesuaikan dengan UUD 1945 terutama Pasal 29 ayat 1 dan 2.

"Saya juga tidak dan belum paham apa yang dimaksud oleh mendikbud ini dengan pengertian toleransi dan intoleransi? Toleransi itu sepanjang pengetahuan saya baru punya arti dan makna kalau ada perbedaan dan kita akan dikatakan toleran dan mau bertoleransi," katanya.

"Kalau kita mau menerima perbedaan tersebut tetapi kalau dari pernyataan menteri tersebut terkesan Beliau menuntut atau lebih halusnya mengharapkan adanya keseragaman dengan tidak boleh memakai pakaian kekhususan agama tertentu. Kalau itu yang terjadi maka berarti menteri sudah mengajak kita semua untuk menjadi dan bersikap intoleran," lanjut dia.

"Oleh karena itu, dengan semangat kebhinnekaan yang bersama kita junjung tinggi selama ini tertanamlah di dalam diri kita masing-masing suatu sikap dan pandangan  dimana meskipun kita berbeda-beda tetapi kita  tetap satu dan bersatu," katanya.

Menurut dia, kesan yang ditangkap dari rekaman pernyataan video Mendikbud yang beredar adalah sepertinya Naidem melarang kepala sekolah untuk  membuat peraturan dan ketentuan yang mewajibkan siswi-siswi yang beragama Islam untuk memakai busana muslimah.

"Kalau itu maksudnya maka bagi saya ini menjadi sebuah masalah besar karena sikap dan pandangan ini jelas-jelas tidak sesuai dengan semangat yang ada dalam Pancasila dan UUD 1945," katanya.

Berikut pernyataan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim:

"Sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau himbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian  kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah apalagi jika tidak sesuai dengan agama /kepercayaan siswa . Hal tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan sehingga bukan saja melanggar peraturan undang2 tapi juga nilai-nilai pancasila dan kebhinnekaan. Untuk itu pemerintah kata beliau tidak akan mentolerir guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut. Selanjutnya saya meminta ( kata mendikbud) pada pemerintah daerah sesuai dengan mekanisme yang berlaku segera memberikan sanksi yang tegas bagi pihak yang terlibat termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan (pecat)".

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya