Istri Edhy Prabowo Diduga Kecipratan Dana Suap Ekspor Benur
- Instagram @iisedhyprabowo
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan terus mengembangkan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan enam orang lainnya.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra, Iis Rosita Dewi yang juga istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga turut kecipratan aliran uang terkait suap izin ekspor benih lobster atau benur.
KPK menduga aliran uang itu diterima Iis dari Edhy, dan sekretaris pribadinya Amiril Mukminin.
Untuk mendalami hal tersebut tim penyidik memeriksa Alayk Mubarrok, yang merupakan salah seorang tenaga ahli Iis.
Alayk diduga mengetahui adanya aliran dana yang diterima Edhy dan Amiril Mukminin dari eksportir benur. Bahkan, Alayk diduga merupakan pihak yang menyerahkan uang dari Edhy dan Amiril Mukminin kepada Iis.
"Dikonfirmasi terkait posisi yang bersangkutan sebagai salah satu tenaga Ahli dari istri tersangka EP (Edhy Prabowo) yang diduga mengetahui aliran uang yang diterima oleh tersangka EP dan tersangka AM (Amiril Mukminin) yang kemudian diduga ada penyerahan uang yang diterima oleh istri tersangka EP melalui saksi ini," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, kepada awak media, Rabu, 27 Januari 2021.
Baca juga: Lahan Tempat Pemakaman Semakin Menipis Akibat Keganasan COVID-19
Dalam kesempatan sama, Ali juga mengultimatum para saksi untuk kooperatif dengan memenuhi panggilan pemeriksaan KPK, dan menyampaikan keterangan secara jujur mengenai kasus dugaan suap yang melibatkan Edhy Prabowo tersebut.
"KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil Tim Penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini," kata Ali.
Berdasarkan informasi, sejumlah pihak yang dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi mencoba berkelit atau berbohong saat dikonfirmasi penyidik.
KPK juga mengultimatum para pihak yang mencoba menghalangi proses penyidikan kasus ini. KPK tidak segan menjerat para pihak yang menghalangi proses penyidikan dengan Pasal 21 dan 22 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"KPK mengingatkan ancaman pidana di UU Tipikor ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tipikor yang memberikan sanksi tegas apabila ada pihak-pihak yang sengaja merintangi proses penyidikan ini," imbuh Ali.